Kamis, 13 November 2008

Ahmadiyah Dalam rangka mensyi'arkan Islam : Ahmadiyah kembali membangun Masjid baru di Bradford dan Sheffield


Inilah masjid al mahdi yang terletak di bradford, inggris, yang didirikan oleh komunitas muslim Ahmadiyah di Bradford (foto selengkapnya lihat disini ) Mesjid yang didanai oleh anggota Ahmadiyah ini menelan biaya 2,5 juta euro.

Setidaknya disini dapat kita catat, dalam perkembangannya Ahmadiyah telah mendirikan mesjid Baitunnur di Calgary, propinsi Alberta, Canada pada 2 Juli 2008 – kemudian pada 30 september Ahmadiyah mendirikan masjid Darul Barakaat di birmingham, pada 10 Oktober 2008 masjid Mubarak di kota Saint-Prix, Prancis dan 16 Oktober 2008 Ahmadiyah mendirikan mesjid Khadija yang merupakan msjid pertama di bekas ibukota Negara Jerman Timur, Berlin.


lebih dari 2.000 orang yang hadir dalam acara peresmian masjid tersebut pada tanggal 7 november lalu. Peresmian itu dibuka langsung oleh khalfah Ahmadiyah seluruh dunia, Mirza Masroor Ahmad.

Peresmian yang sekaligus khutbah ini telah disiarkan di 200 negara melalui MTA (Muslim Televisi Ahmadiyah). Mesjid yang memiliki kubah 8 meter ini bisa menampung sekitar 2000 jamaah.

Mesjid yang tepatnya berada Di jalan Rees, Undercliffe, Bradford, inggris membutuhkan 2 tahun dalam pembangunannya.

Dr Bary Malik, juru bicara ahmadiyah bradford, mengatakan: "pintu masjid ini selalu terbuka untuk setiap orang. Kami ingin melakukan sebanyak yang kami bisa bagi masyaratkat dan untuk bradford”

"peresmian mesjid ini berjalan lancar, orang-orang datang dari seluruh negara dan dari jauh seperti dari pakistan kanada dan jerman sengaja untuk hadir dalam acara ini”.

"Ini adalah hari perayaan dan sukacita untuk semua orang dan sekarang kami memiliki masjid yang indah, yang dapat dilihat dari setiap penjuru bradford. Orang-orang menyambut baik pemimpin kami yang datang untuk meresmikan masjid kami"

Abdulla Hayat, ketua Muslim Ahmadiyah Inggris, mengatakan: "Nabi Muhammad saw telah menagajarkan kepada kmi bahwa barangsiapa yang membantu membangun masjid di dunia ini , maka Allah akan membangun rumah untuk mereka di surga.

"masjid-masjid ahmadiyah,dimana saja berada adalah untuk menjangkau masyarakat disekitranya – begitu juga dengan mesjid baru di bradford ini akan bekerja ke arah dialog antar keyakinan, saling pengertian dan menjaln keharmonisan.

"Perdamaian konferensi-konferesnsi perdamaian akan diselenggarakan di sini, sekolah-sekolah akan diundang, dan masjid ini akan terbuka untuk semua.

Peresmian Baitul Aafiyat di Sheffield

Sementara itu selang satu hari yaitu pada tanggal 8 November 2008, Mirza Masroor Ahmad meresmikan masjid Baitul Aafiyat di Sheffield. Disebutkan bahwa makna dari masjid tersebut adalah "Rumah perdamaian dan Keamanan" yang merupakan representasi ajaran sejati Muslim Ahmadiyah. Peresmian ini dihadiri oleh berbagai perwakilan masyarakat setempat. Dalam sambutannya Mirza Masroor Ahmad menyampaikan tentang ajaran Islam sejati yang di dasarkan pada pemenuhan hak-hak Tuhan Yang Maha Kuasa dan pelayanan Keamanusiaan.

Sementara itu sambuatan disampaikan oleh anggota dewan Jane Bird,Walikota Sheffield mengucapkan selamat dalam usaha Ahmadiyah di bidang sosial. Dan mengatakan bahwa dia bangga tingal di Sheffield yang menurutnya kota dimana semua orang bisa tinggal berdampingan,saling menghormati dalam perbedaan kultur dan kapercayaan. Kemudian yang turut berbicara adalah Richard Caborn, anggota Parlemen Sheffield Central. dia mengatakan bahwa baru-baru ini beliau (Mirza Masroor Ahmad) telah memberikan masukan kepada rekan-rekan parlemen di westminster. dan pembicaraannya itu meninggalkan kesan yang mendalam kepada semua yang hadir. Selanjutnya ia mengatakan: "Adalah merupakan suatu kegembiraan bagi saya, dapat berhubungan dengan sebuah agama yang bermotokan: Love for all hatred for none".


Selengkapnya...

Selasa, 16 September 2008

Praktek Puasa Rasulullah SAW



Oleh : Muh Idris

Allah SWT di dalam al-Quran mewajibkan kepada umat Islam untuk berpuasa ketika memasuki bulan Ramadhan. Perintah ini dalam redaksi kalimatnya ditujukan kepada setiap orang yang beriman. Oleh karena itu maksud dan tujuan utama untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.


Allah Taala berkenaan dengan puasa di bulan Ramadhan berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (al-Baqarah [2]:183)
Maulana Muhammad Ali dalam The Holy Quran menjelaskan tafsir ayat ini bahwa puasa adalah perintah Tuhan yang sama universalnya dengan perintah shalat. Akan tetapi Islam memperkenalkan pemahaman yang baru tentang puasa. Sebelum Islam puasa hanyalah dimaksudkan untuk mengurangi makan, minum, dan tidur pada waktu berkabung dan berduka cita. Tetapi Islam menjadikan puasa sebagai sarana untuk meninggikan akhlak dan rohani manusia. Hal ini sesuai dengan firman-Nya la’allakum tattaqûn (supaya kamu memperoleh ketakwaan/menjauhi diri dari kejahatan). Sehingga tujuan dari puasa itu sendiri adalah untuk melatih manusia bagaimana caranya menjauhkan diri dari segala macam keburukan.

Sedangkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan : Puasa artinya menahan diri dari makan, minum dan berjima disertai niat yang ikhlas karena Allah Yang Maha Mulia dan Agung, karena puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah. Allah menuturkan bahwa sebagaimana Dia mewajibkan puasa kepada umat Islam, Dia pun telah mewajibkan kepada orang-orang sebelumnya yang dapat dijadikan teladan. Maka hendaklah puasa itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan lebih sempurna daripada yang dilakukan oleh orang terdahulu, sebagaimana Allah berfirman, “…untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan…” (al-Maa’idah [5]:48)

Oleh karena itu, Allah berfirman, “Hari orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Sebab puasa dapat menyucikan badan dan mempersempit gerak setan sebagaimana hal ini dikemukakan dalam shahihain , “wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu sudah mampu memikul beban keluarga, maka kawinlah, dan barangsiapa yang belum mampu maka berpuasalah karena itu merupakan benteng baginya (HR Bukhari Muslim)

Pada permulaan Islam, puasa dilakukan tiga hari pada setiap bulan. Kemudian pelaksanaan itu dinasakh oleh puasa pada bulan Ramadhan. Dari Muadz, Ibnu Mas’ud, dan yang lainnya dikatakan bahwa puasa ini senantiasa disyariatkan sejak zaman Nuh hingga Allah manasakh ketentuan itu dengan puasa Ramadhan. Puasa diwajibkan atas mereka dalam waktu yang lama sehingga haram baginya makan, minum dan berjima’, serta perbuatan sejenisnya. Kemudian Allah menjelaskan hukum puasa sebagaimana yang berlaku pada permulaan Islam. (Ibnu Katsir, jld 1/h.286-287)

Sehingga untuk dapat memenuhi tujuan dari puasa maka perlu dipahami bagaimana cara Rasulullah SAW berpuasa. Beliau SAW adalah suri teladan terbaik bagi umat Islam, karena syariat Islam diturunkan kepada beliau SAW. Dan beliau lah wujud yang paling mengerti bagaimana harus mengimplementasikan setiap perintah dari Allah SWT. Jadi beliau lah teladan praksis yang sempurna bagi seluruh umat manusia karena beliau diutus oleh Tuhan bukan hanya untuk umat Islam saja melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Di dalam banyak hadits-hadits telah disebutkan dengan jelas, bagaimana cara Rasulullah SAW berpuasa.Nasehat dan petunjuk beliau SAW dalam hal puasa ini diantaranya :
Yang pertama adalah niatkan puasa untuk mencari keridhoan Allah SWT. Hal ini terdapat di dalam hadits muttafaqun ‘alaihi yang meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap ridha Allah, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni.
Di dalam hadits ini disebutkan agar puasa yang kita lakukan dapat menghasilkan pengampunan atas dosa-dosa yang telah lalu maka syaratnya adalah meniatkan berpuasa hanya semata-mata untuk meraih ridho Tuhan saja.

Yang kedua adalah beliau SAW berpuasa Ramadhan setelah melihat hilal dan mengakhirinya setelah melihat hilal lagi. Hal ini terdapat di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Berpuasalah kalian jika telah melihat hilal dan sudahilah puasa kalian jika telah melihat hilal lagi. Jika mendung menyelimutu kalian, maka genapkanlah hitungan bulan sya’ban menjadi 30 hari. (HR Bukhari dan Muslim)

Yang ketiga adalah beliau SAW membiasakan untuk makan sahur. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Anas RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Bersantap sahurlah kalian, sebab di dalam sahur itu terdapat barakah. (HR Bukhari dan Muslim) Salah satu barakahnya adalah tubuh kita menjadi fit dan bugar dalam menjalankan puasa dan kita terhindar dari lemah, lesu dan loyo ketika menghadapi puasa sehingga aktifitas yang lainnya dapat dikerjakan dengan baik.
Dan beliau SAW juga biasa mengakhirkan sahur, sebagaimana terdapat riwayat dari Anas bin Malik (dan dalam satu riwayat darinya bahwa Zaid bin Tsabit bercerita kepadanya) bahwa Nabiyullah dan Zaid bin Tsabit makan sahur bersama. Tatkala keduanya telah selesai sahur, Nabi berdiri pergi shalat, maka shalatlah beliau. Aku bertanya kepada Anas : Berapa lama antara keduanya selesai makan sahur dan mulai shalat? Anas berkata: Sekitar (membaca) lima puluh ayat.(HR Bukhari)

Yang keempat adalah beliau SAW mengupayakan untuk menyegerakan berbuka puasa. Hal ini terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mau menyegerakan berbuka. (HR Bukhari dan Muslim). Di dalam hadits yang lain Rasulullah SAW disebutkan sangat menyukai berbuka dengan makan kurma. Berkaitan dengan hal ini, terdapat riwayat dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dhobby bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci. Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

Yang kelima sebagian malam beliau SAW habiskan untuk qiyamul lail (mendirikan shalat malam) di bulan suci Ramadhan. Berkenaan dengan hal ini terdapat riwayat hadits, Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau. (HR Bukhari)

Yang keenam adalah beliau SAW selalu menyibukkan diri untuk membaca al-Quran. Berkenaan dengan hal ini terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : saat malaikat Jibril menemui beliau. Setiap kali Jibril menemui beliau pada malam Ramadhan, pasti beliau tengah mentadabburi al-Quran.(HR Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, di dalam bulan suci Ramadhan agar diusahakan untuk menamatkan tilawat al-Quran sehingga berkat dari tilawat al-Quran tersebut dapat menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT.

Yang ketujuh adalah beliau SAW memperbanyak sedekah lebih dari hari-hari biasa. Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan, ia berkata : Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang paling pemurah, terutama sekali pada bulan Ramadhan, saat malaikat Jibril menemui beliau. Setiap kali Jibril menemui beliau pada malam Ramadhan, pasti beliau tengah mentadabburi al-Quran. Sungguh tatkala Jibril menemiu beliau, beliau adalah sosok manusia yang paling pemurah dalam mengulurkan kebaikan, bahkan lebih pemurah daripada angina (pembawa rahmat) yang terus bertiup. (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi di dalam hadits ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah sosok teladan kedermawanan bagi kita, akan tetapi di dalam bulan Ramadhan kedermawanan beliau lebih hebat lagi dari biasanya.

Yang kedelapan adalah beliau SAW beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Hal ini sesuai dengan bunyi matan beberapa hadits berikut ini, diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri'tikaf sepeninggalnya. (Muttafaq Alaihi)
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila hendak beri'tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i'tikafnya. (Muttafaq Alaihi)
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memasukkan kepalanya ke dalam rumah -- beliau di dalam masjid--, lalu aku menyisir rambutnya dan jika beri'tikaf beliau tidak masuk ke rumah, kecuali untuk suatu keperluan. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Merujuk hadits-hadits tentang i’tikaf ini, sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, maka pelaksanaan i’tikaf adalah mengambil tempat di masjid dan selama i’tikaf, mu’takif (orang yang melakukan i’tikaf) harus tetap berada di masjid sampai waktu i’tikaf selesai.

Yang kesembilan adalah beliau SAW tidak pernah memaksakan untuk tetap berpuasa bagi musafir, orang yang sakit dan sedang menghadapi udzur. Hal ini sesuai dengan hadits-hadits berikut ini, dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy Radliyallaahu 'anhu bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk berpuasa, maka ia tidak berdosa. Riwayat Muslim dan asalnya dalam shahih Bukhari-Muslim dari hadits 'Aisyah bahwa Hamzah Ibnu Amar bertanya. Di dalam hadits yang lain terdapat pula riwayat dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata : Rasulullah dalam suatu perjalanan, beliau melihat kerumunan dan seseorang sedang dinaungi. Beliau bertanya, Apakah ini? Mereka menjawab, Seseorang yang sedang berpuasa. Maka, beliau bersabda, Tidak termasuk kebajikan, berpuasa dalam bepergian.(HR Bukhari). Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim.

Di dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda berkenaan dengan keutamaan dalam berpuasa di bulan Ramadhan, dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Allah berfirman : Semua amal shaleh anak Adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan dilipatgandakan menjadi 10 kalinya, bahkan sampai 700 kalinya, kecuali puasa, sebab puasa adalah milik-Ku dan hanya Aku lah yang akan membalasnya, hal ini dikarenakan seseorang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku. Oran yang berpuasa itu memiliki dua kegembiraan, yakni kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika menghadap Rabbnya. Sungguh bau mulut orang ysang sedang berpuasa itu dalam pandangan Allah lebih harum dari minyak kesturi. Puasa adalah perisai. Jika seseorang sedang puasa, janganlah ia berbuat atau berkata yang tidak senonoh. Jika ada seseorang yang memakinya, hendaklah ia mengatakan : Maaf aku sedang puasa. (HR Bukhari-Muslim)
Bulan suci ramadhan adalah bulan yang sangat baik bagi kita berintrospeksi diri. Adanya komitmen untuk bisa menjauhkan diri dari segala macam keburukan dan kelemahan serta menggantinya dengan terus menerus mengupayakan kesucian diri dan banyak mengerjakan amal kebajikan akan dapat meningkatkan kedekatan hubungan dengan Allah SWT. Insya Allah dengan mengikuti sunnah Rasulullah SAW, jalan menuju keridhoan Tuhan semakin terbuka lebar. Wa Allah a’lamu bi ash-shawab




Selengkapnya...

Minggu, 27 Juli 2008

Who is Allah?


Who is Allah?

''Listen, O those who can, to what God desires from you. And what He desires is only that you become solely His and do not associate any partners with Him, neither in the heavens nor on the earth. Our God is that God who is alive even now as He was alive before.



He speaks even now as He used to speak before. And even now He hears as He used to hear earlier. It is a false notion that in these times He does hear but does not speak. But He hears and speaks, too. All His Attributes are eternal and everlasting. None of His Attributes is in abeyance, nor will it ever be. He is the One without any associate Who has no son, nor has He any wife. He alone is the peerless Who has no one like Him. And He is the One Who is unique in that none of His Attributes are exclusively possessed by anyone besides Him. He is the One Who has no equal. He is the One Who has no one to share with Him His Attributes. And He is the One no Power of Whose is less than perfect. He is near, though He is far and He is far, though He is near.

He can reveal Himself to Ahl-e-Kashf in personification, but He has no body, nor any shape. He is above all, but it cannot be said that there is anything beneath Him. He is on 'Arsh, but it can't be said that He is not on the earth. He is the sum total of all Perfect Attributes and He is the Manifestation of every True Praise. He is the source of all that is Good and encompasses all Powers and He is the source of all Beneficences. He is the One to Whom everything returns. He is the Lord of all realms. He possesses every Perfection and is free from all defects, imperfections and weakness. It is His sole prerogative that all those who belong to the earth as well as all those who belong to the heavens should worship Him.

As far as He is concerned nothing is impossible for Him. All souls and their potentialities, and all particles and their potentials are His and only His creation. Nothing comes into existence without His agency. As for Him He reveals Himself through His Powers, His Omnipotence and His Signs. We can attain Him only through Him. He always reveals His Person to the righteous and shows them His Omnipotence—and this is the only means by which He is recognized and by which that way is recognized which is favoured by Him. He sees without physical eyes and hears without physical ears and speaks without a physical tongue. Likewise it is His work to bring a thing into existence from nothingness.

For example, in the visions of dream you see how He creates a world without matter and shows you every mortal and nonexistent being as having existence. Thus are all His Powers. Ignorant is he who denies His Powers. Blind is he who has no knowledge of His profound and inconceivable Powers. He can, and does, everything that He intends to, except those things which violate His Majesty or which are in conflict with His Promises and Verdicts. He is unique in His Being, in His Attributes, in His Actions and in His Powers.

All doors to reach Him are closed except the one door which the Noble Qur'an has opened. And all Prophethoods and all Books of the past are such as now there is no need left to follow them independently. Because the Prophethood of Muhammad (sa) comprises them all and encompasses them all. And except it [the Prophethood of Muhammad (as) ] all routes to God are closed. Each and every truth which leads to God is in it alone. Neither any truth will come after this, nor there was a truth which is not present in it. And for this reason all Prophethoods have ended with this Prophethood. And so it should have been: for a thing which has a beginning must also have an end. But this Prophethood of Muhammad (sa) in its intrinsic beneficence is not deficient. Rather its beneficence far surpasses the beneficence of other prophethoods. Following the Prophethood of Muhammad (sa) is the easiest route through which one can reach God. Obedience to it wins greater gifts of Divine love and Divine communion than ever before.''



Selengkapnya...

Surah Al-Baqarah

Surah ini, yaitu Surah Al Qur’aan terpanjang, diwahyukan di Madinah dalam empat tahun pertama sesudah Hijrah dan dikenal sebagai Al Baqarah. Nama itu digunakan oleh Rasulullah saw. sendiri. Surah ini agaknya mendapat nama dari ayat-ayat 68-72, ketika peristiwa penting dalam kehidupan kaum Yahudi dituturkan dengan singkat.



Untuk masa yang panjang, orang-orang Yahudi pernah tinggal di Mesir sebagai hamba dan budak di bawah penindasan yang sangat kejam para Fir‘aun, penyembah sapi. Seperti kebiasaan kaum tertindas, mereka pun telah mengambil dan meniru secara membabi-buta, banyak kebiasaan dan adat orang-orang Mesir, dan akibatnya mereka mempunyai kecintaan yang begitu mendalam kepada sapi, sehingga mendekati penyembahan. Ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka, agar mengorbankan sapi tertentu yang menjadi lambang persembahan mereka, mereka hingar-bingar tentang perintah itu. Peristiwa itulah yang dituturkan oleh ayat-ayat 68-72. Di samping nama Al Baqarah, Surah ini mempunyai nama lain – yaitu Az Zahraa. Surah Al Baqarah ini dan Ali ‘Imraan bersama-sama dikenal sebagai Az Zahrawaan – Sang Dwi Cemerlang (Muslim). Rasulullah saw. diriwayatkan telah bersabda, “Segala sesuatu mempunyai puncaknya, dan puncak Al Qur’aan ialah Al-Baqarah” (Tirmidzi). Surah ini ditempatkan sesudah Al Faatihah karena Surah ini mengandung jawaban terhadap semua persoalan penting, yang tiba-tiba dihadapkan kepada pembaca, bila sesudah mempelajari Al Faatihah ia mulai memasuki Kitab yang pokok, ialah, Al Qur’aan. Meskipun Al Faatihah pada umumnya mempunyai hubungan dengan semua Surah lainnya, tetapi ia mempunyai perhubungan khusus dengan Al Baqarah yang merupakan pengabulan do’a, Tunjuki kami pada jalan yang lurus. Sungguh, Al Baqarah dengan uraian-uraiannya mengenai Tanda-tanda (Ilahi), Al Kitaab, hikmah dan jalan untuk mencapai kesucian (2:130) merupakan jawaban yang tepat lagi padat terhadap do’a agung itu.



Selengkapnya...

Kamis, 10 Juli 2008

Jadikan Toleransi sebagai Modal

Oleh M Zaid wahyudi

Para pendiri bangsa telah menciptakan Indonesia sebagai negara yang masyarakatnya penuh toleransi dengan menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas dan pedoman hidup bersama.



Keragaman identitas bangsa Indonesia yang sejak awal disadari pendiri bangsa itu kini mulai dinafikan seiring dengan perkembangan dunia yang semakin mengglobal dan kepemimpinan bangsa yang lemah.

Bagi Zuhairi Misrawi, Koordinator Program Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, modal toleransi yang telah dikukuhkan itu masih menjadi toleransi yang pasif. Sebuah bentuk toleransi yang hanya didasari pada kepentingan bersama untuk hidup damai dan harmonis di antara perbedaan agama, ras, suku, budaya, dan bahasa.

Namun, itu saja tidak cukup. Toleransi pasif harus dikembangkan menjadi toleransi yang aktif. Kebersamaan yang telah terwujud harus menjadi modal dan jembatan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera.

”Toleransi mampu mewujudkan demokrasi dan menyelamatkan bangsa dari keterpurukan dan kemiskinan,” katanya. Toleransi harus menjadi spirit untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial, politik, dan budaya yang menjerat bangsa Indonesia.

Intoleransi

Namun, kini mulai terjadi kemunduran atas rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun. Intoleransi menebal yang ditandai dengan meningkatnya rasa benci dan saling curiga di antara sesama anak bangsa.

Hegemoni mayoritas atas minoritas semakin menebal, menggantikan kasih sayang, tenggang rasa, dan semangat untuk berbagi. Kualitas, visi, dan filosofi mulai dikalahkan oleh kuantitas, arogansi, dan provokasi.

Intoleransi muncul akibat hilangnya komitmen politik untuk menjadikan toleransi sebagai jalan keluar mengatasi berbagai persoalan yang membuat bangsa terpuruk. Bangsa Indonesia tak yakin toleransi mampu menjadi solusi atas problematika hidup berbangsa dan bernegara.

Dalam perspektif keagamaan, semua kelompok agama belum yakin bahwa nilai dasar dari setiap agama adalah toleransi. Akibatnya, yang muncul adalah kecenderungan intoleransi dan konflik.

”Padahal, agama bisa menjadi energi positif untuk membangun nilai toleransi guna mewujudkan negara yang adil dan sejahtera,” ujarnya.

Berbagai perkembangan politik, sosial, dan ekonomi global turut memengaruhi menguatnya intoleransi di Indonesia. Sikap konsumtif masyarakat, termasuk dalam pemikiran, membuat bangsa lebih yakin dengan nilai dan ajaran dari luar negeri dibandingkan dengan kemampuan bangsa sendiri untuk menciptakan nilai yang pas bagi bangsa.

Potensi Indonesia

Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia sebenarnya relatif lebih toleran karena Indonesia memiliki kesepakatan politik dan peraturan yang mengatur tentang toleransi. Namun, kebijakan toleransi itu tidak ditopang dengan nilai toleransi yang cukup. Akibatnya, kesetaraan dan kesempatan yang sama untuk membangun bangsa belum dirasakan seluruh anak bangsa.

Jika menguatnya intoleransi tidak segara diatasi negara, Indonesia dapat menjadi negara zero tolerance yang menafikan keragaman. Berbagai peradaban dunia telah membuktikan pengabaian toleransi dalam kehidupan berbangsa dan kegagalan kebijakan politik melindungi keragaman negara dapat menjadikannya sebagai negara gagal.

Namun, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan mampu menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara damai, Indonesia memiliki modal yang besar untuk mengembangkan pemikiran keagamaan yang konstruktif bagi demokrasi dan toleransi. Ditambah dengan nilai budaya yang beragam, Indonesia dapat menjadi produsen pemikiran Islam moderat dan dakwah yang damai.

Kesempatan itu semakin besar akibat kegagalan negara-negara Barat dalam mengembangkan demokrasi dan toleransi. Klaim atas kebenaran dan kebencian kelompok mayoritas atas minoritas semakin menguat seiring dengan gencarnya perang melawan terorisme global.

Di negara-negara Muslim sendiri, semangat untuk menghargai kelompok lain justru semakin berkurang. Sebagian besar negara Muslim juga masih disibukkan oleh persoalan-persoalan domestik yang mengekang kemajuan yang didambakan.

”Model keislaman di Indonesia yang berhasil membangun demokrasi dalam tataran nilai dan praktis mulai dilirik masyarakat global,” katanya.

Indonesia memiliki institusi mandiri yang mampu menyokong pengembangan pemikiran agama yang moderat. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang memiliki visi kebangsaan yang kuat dapat memainkan perannya.

Pesantren-pesantren yang dimiliki NU serta sekolah-sekolah yang dimiliki Muhammadiyah dapat menjadi basis pengembangan pemikiran yang tidak hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat doktrinal, tetapi juga sejarah, filsafat, dan norma keagamaan. Jika nilai-nilai keagamaan yang dikembangkan lembaga- lembaga itu dirumuskan dalam konteks modern, maka nilai-nilai itu akan menjadi sedekah yang sangat berarti dari umat Islam Indonesia bagi dunia.

Mayoritas-minoritas

Persoalan mayoritas-minoritas selalu mengemuka saat membincangkan toleransi. Namun, hal ini dapat diatasi jika prinsip kesetaraan dikedepankan.

Kesetaraan akan terwujud jika dilandasi semangat keterbukaan yang akan membuka wawasan dan hati serta menghilangkan kebencian dan kecurigaan terhadap pihak lain. Kesetaraan juga akan tercapai jika tiap pihak mengakui perbedaan dengan yang lain.

Negara sebenarnya memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan kesetaraan di antara seluruh warganya. Namun, peran ini belum dijalankan negara dan justru diperankan oleh kelompok masyarakat madani.

Keyakinan Zuhairi atas prinsip kesamaan manusia tanpa memandang identitas tak terlepas dari pendidikannya di pesantren. Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien, Prenduan, Sumenep, KH Muhammad Idris Jauhari, selalu mengajarnya untuk bebas berpikir dan belajar.

Pergaulannya dengan berbagai kelompok masyarakat lintas agama dan bangsa semakin membuka cakrawalanya akan arti penting toleransi.


M Zaid wahyudi

Selengkapnya...

Kamis, 03 Juli 2008

Comparing the Ahmadiyah and the Hizbut Tahrir

Comparing the Ahmadiyah and the Hizbut Tahrir
Bramantyo Prijosusilo , Ngawi, East Java

Followers of Ahmadiyah believe their leaders are rightly guided Caliphs and their congregations of faithfuls constitute a Caliphate. The Hizb ut Tahrir al Islami (the Islamic Party of Liberation, HT for short) is also preoccupied with the idea of a Caliphate, a State with its own constitution, armed forces and geographical boundaries.


Where as the Ahmadiyah seek to convert people into believing in the Ahmadi version of Islam, which maintains Mirza Gulam Ahmad was the promised Messiah, the HT also attempts to convert people into believing their own version of Islam, which prescribes the struggle to establish a physical Caliphate as a wajib, or fundamental obligation, for Muslims. Both peculiarities are unique to their groups and represent a 'deviation' from the traditional mainstream Islamic thought. HT was founded in 1953 in Jerusalem by Taqiuddin al-Nabhani, and is banned in many Islamic countries but has supporters in high places in Jakarta. Ahmadiyah is also banned in many countries and has no open supporters among the elite in Indonesia.

Although Islamic traditions state the Messiah will descend sometime before the end of the world, not many Muslims believe he has already arrived and departed in the form of Mirza Gulam Ahmad in India before its partition.

Similarly, although Islamic tradition does note early Muslims after the death of the Prophet were organized under the banner of a Caliphate, most Muslims also believe the establishing of a Caliphate is not a religious duty, and that any form of State is fine as long as it promotes justice and allows the practices of Islam and doesn't prosecute Muslims because of their faith.

Most modern Muslims believe secular democracy is better than any form of government yet invented and refer to the process of electing Abu Bakar as the first Caliph after the Prophet's death as the precedence for democracy in Islam.

Of course, there are some fundamental differences between the Ahmadiyah and the HT. The main difference is the HT aims to establish a political Caliphate.

Everywhere the HT is active, it denounces democracy as a Western vice. A glance through HT websites impresses upon the reader a hatred for Jews and the West, who are portrayed as evil controllers of the world that can only be dealt with through the establishment of a Caliphate. In contrast, the Ahmadiyah websites proclaim their motto "Love for all, hatred for none" and do not aim to overthrow any government or form any State whatsoever.

Both the Ahmadiyah and the HT are prosecuted and banned in many countries, but for different reasons. The HT is banned in many Middle Eastern countries because it is hostile toward the governments and aims to overthrow the State. In some European Union countries, the HT is banned because it breeds anti-Semitic and extremist views, and several European terrorists were found to have links to the HT and to possess substantial amounts of HT literature. The Ahmadiyah are banned in some Islamic countries because they are judged as deviating from 'true' Islam, especially in their faith in Mirza Gulam Ahmad being the promised Messiah.

In Indonesia, the MUI organization of clerics has called for the Ahmadiyah to be banned, and several Islamic organizations have viciously attacked and closed down Ahmadiyah mosques. The Indonesian chapter of the HT, in contrast, enjoys tacit support from some ministers and overt support from hard organizations.

One might be tempted to ask, if Ahmadiyah preaches love for all and hatred for no one, and HT preaches hatred for democracy and calls for the overthrow of existing States, why is it that in Indonesia, the establishment is more worried about Ahmadiyah than it is concerned about the anti-democracy ideology of the HT? Why are there cabinet ministers who overtly and tacitly support the anti-democracy, theocratic, ideology that aims to overthrow the State to replace it with their version of a Caliphate? Does that not sound like hypocrisy?

Further more, one might want to examine whether HT's version of establishing a Caliphate is truly as Islamic as they claim. Though HT activists are taught their strategy is to follow the example of the Prophet, many ex-activists, such as the British writer Ed Husain have pointed out that HT has a lot to thank Lenin and Trotsky for. While Muhammad taught a religion, HT seeks political power using Leninist methods. The HT goes on and adopts a Trotskyist, internationalist vision.

Maybe because Lenin's thoughts have for decades been banned here, no one has actually pointed out the Leninism in HT's methods, because no one is sure what Leninism is. The HT seeks, just like the Bolsheviks, to firstly develop a core of firm believers that communicate clear and simple slogans to the masses, and when the time ripens, one day seize power and establish their Caliphate (Soviet).

Then from that Caliphate, like falling dominoes, their ideology will spread throughout Islamdom. Eventually the Caliphate will convert the whole world through jihad and da'wah. Just because they wrap their Leninist ideas in Islamic jargon it doesn't mean that Leninism isn't there. The rank and file of the HT is unlikely to be aware of their debt to Lenin but a debt there certainly is.

Both the Ahmadiyah and HT seek to convert people to believing their version of Islam, but while the first is concerned with the spiritual aspect of life, the second is concerned with the political aspect. One would be happy to see the Republic of Indonesia prosper and flourish, while the other would succeed only once it had overthrown the Republic and established a Caliphate in its place. Which is more dangerous for the nation? Lihat yang Asli

Selengkapnya...

Senin, 23 Juni 2008

Memuliakan Al-Quran

Ada pula bagimu sekalian suatu ajaran penting, yaitu kamu hendaknya jangan meninggalkan Alquran sebagai benda yang dilu- pakan sebab, justru di dalam Alquran-lah terdapat kehidupanmu. Barang siapa memuliakan Alquran ia akan memperoleh kemuliaan di langit.


Barang siapa lebih mengutamakan Alquran dari segala Hadits dan dari segala ucapan lain, akan di utamakan di langit. Bagi ummat manusia di atas permukaan bumi ini, kini tidak ada kitab lain kecuali Alquran dan bagi seluruh Bani Adam kini tidak ada seorang rasul juru syafaat selain Muhammad Musthafa saw. Maka berusahalah untuk menaruh kecintaan yang setulus-tulusnya kepada Nabi agung itu dan janganlah meninggikan seseorang selain beliau dalam segi apapun agar di langit kamu dicatat, di daftar orang-orang yang memperoleh keselamatan. Dan ingatlah, bahwa najat (keselamatan) bukanlah sesuatu yang akan nampak nanti sesudah mati, melainkan najat yang hakiki ialah yang memperlihatkan cahayanya di alam dunia ini juga. Siapakah yang memperoleh keselamatan? Ialah dia yang berkeyakinan bahwa Tuhan benar-benar ada dan bahwa Muhammad saw. adalah juru syafaat yang menjadi penengah antara Tuhan dan seluruh makhluk; bahwa di bawah bentangan langit ini tidak ada rasul lain semartabat dengan beliau dan tidak ada kitab lain semartabat dengan Alquran; bahwa Tuhan tidak menghendaki siapa pun untuk hidup selama-lamanya, akan tetapi Nabi pilihan ini hidup untuk selama-lamanya. Untuk menjadikan beliau tetap hidup selama-lamanya, Tuhan telah meletakkan dasar demikian, ialah Dia mengalirkan keberkatan-keberkatan syariat dan keberkatan rohani terus hingga hari kiamat.

Selengkapnya...

Rabu, 04 Juni 2008

Shalat menuntun manusia kepada Tuhan

Setelah memahami makna daripada Tidak ada yang patut disembah selain Allah selanjutnya laksanakanlah shalat sepenuh hati karena mengenai ini selalu ditekankan kewajibannya oleh Al-Qur’an seperti pada ayat:


"Maka celakalah mereka yang bersembahyang, tetapi lalai dari sembahyang mereka" (S.107 Al-Maun:5-6).



Patut kiranya dimengerti bahwa yang namanya shalat itu adalah bentuk permohonan yang diajukan oleh seorang pengabdi kepada Tuhan pada saat ia merasakan kesedihan karena merasa terpisah dari Wujud-Nya. Dengan hati yang mencair ia memohon dapat diizinkan bertemu dengan Tuhan-nya, karena tidak ada yang bisa disucikan kecuali Tuhan mensucikannya dan tidak ada yang dapat bertemu dengan Tuhan hingga Dia berkenan.

Manusia terbelenggu oleh berbagai kekang rantai dan jerat leher. Ia menginginkan kebebasan tetapi belenggu-belenggu tersebut tetap menjerat. Seberapa besarnya niat manusia menginginkan kesucian namun jiwanya yang sangat menyesali (nafs lawwamah) masih juga terkadang tergelincir. Hanya rahmat Tuhan saja yang bisa mensucikan manusia dari dosa. Tidak ada kekuasaan yang dapat mensucikan kalian berdasar daya kekuatan sendiri semata. Tuhan sudah memberikan jalan berupa shalat guna menumbuhkan perasaan-perasaan yang suci. Shalat merupakan doa yang diajukan kepada Allah s.w.t. saat merasakan kegalauan dengan hati yang terbakar sedemikian rupa sehingga segala pikiran keji dan jahat bisa dienyahkan dan sebagai gantinya muncul hubungan suci dengan Allah s.w.t. melalui pelaksanaan firman-firman Tuhan.
Arti kata shalat itu sendiri mengindikasikan bahwa doa hakiki tidak semata diutarakan oleh lidah saja, tetapi juga harus disertai rasa seperti kalbunya itu solah-olah terbakar dan terpanggang dalam api. Allah s.w.t. tidak akan menerima doa hamba-Nya kecuali yang bersangkutan pada saat berdoa itu seolah-olah mengalami kematian.

Sesungguhnya shalat merupakan doa dalam bentuknya yang paling luhur, tetapi manusia tidak menyadarinya. Di zaman ini banyak sekali umat Muslim yang melakukan pengulangan rumusan-rumusan kesalehan seperti halnya kaum tarekat Naushahi dan Naqshbandi1 dan lain-lain. Sayang sekali tidak ada dari mereka yang menyadari bahwa ajaran mereka tidak sepenuhnya bersih dari segala bid'ah. Mereka ini tidak menyadari realitas shalat dan karenanya mengecilkan arti firman-firman Allah s.w.t. Bagi seorang pencari tidak ada dari bid=ah-bid=ah tersebut yang bermanfaat dibandingkan dengan shalat sendiri. Cara yang diperlihatkan Hazrat Rasulullah s.a.w. ialah ketika sedang menghadapi kesulitan maka beliau mengambil air wudhu, lalu menegakkan shalat dimana segala doa beliau panjatkan saat shalat tersebut. Pengalamanku sendiri mengatakan bahwa tidak ada yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah s.w.t. kecuali melalui shalat.

Berbagai sikap yang dilakukan saat shalat menggambarkan rasa hormat, rendah hati dan kelembutan. Dalam Qiyam (sikap berdiri tegak) si pelaku shalat berdiri sopan dengan kedua tangan terlipat di dada laiknya seorang hamba yang berdiri takzim di hadapan tuan atau rajanya. Dalam sikap Ruku (membungkukkan tubuh) si pelaku shalat membungkukkan dirinya dengan segala kerendahan hati. Puncak dari kerendahan hati itu dicapai saat Sujud yang menggambarkan puncak rasa ketidak-berdayaan si penyembah. (Khutbah dalam Jalsah Salanah, 1906; hal. 6-8).

* * *

Lakukanlah shalat secara teratur. Ada orang-orang yang merasa cukup dengan melakukan shalat hanya sekali dalam sehari. Mestinya mereka menyadari bahwa tidak ada manusia yang dikecualikan dari ketentuan tersebut, tidak juga para Nabi. Ada diutarakan dalam sebuah Hadith bahwa sekelompok orang yang baru saja baiat ke dalam Islam, memohon kepada Hazrat Rasulullah s.a.w. agar mereka dibebaskan dari kewajiban melakukan shalat. Beliau berujar: 'Agama yang tidak menentukan suatu kewajiban, bukanlah suatu agama sama sekali' (Malfuzat, vol. I, hal. 263).

* * *

Sekali lagi aku tekankan kepada kalian bahwa jika kalian ingin mencipta hubungan hakiki dengan Allah s.w.t., kerjakanlah shalat sedemikian rupa sehingga tubuh kalian, lidah kalian, ruhani kalian dan perasaan kalian semuanya menjadi perwujudan daripada shalat. (Malfuzat, vol. I, hal. 170).

* * *

Apakah shalat itu?

Apakah shalat itu? Shalat adalah permohonan doa yang diajukan kepada Allah yang Maha Agung dimana tanpa itu maka seseorang tidak bisa sepenuhnya dianggap bisa hidup dan memperoleh sarana keamanan dan kebahagiaan. Hanya berkat Rahmat Ilahi saja maka manusia bisa memperoleh keselesaan hakiki. Dari sejak saat itu maka yang bersangkutan akan merasakan kenikmatan dan kesenangan daripada shalat.

Sebagaimana ia mendapat kenikmatan dari makanan lezat, ia pun akan memperoleh kenikmatan dari isak dan tangisnya saat shalat. Sebelum ia mencapai kondisi demikian dalam shalatnya itu, perlu kiranya ia bersiteguh dalam shalatnya tersebut sebagaimana halnya orang yang harus menelan obat pahit agar pulih kembali kesehatannya. Perlu baginya tetap runut melaksanakan shalat dan mengajukan doanya meski saat itu ia belum merasakan kenikmatannya. Dalam keadaan seperti itu, ia harus mencari kepuasan dan kesenangan dalam shalat melalui pengajuan doa berikut:

Ya Allah, Engkau melihat betapa butanya diriku dan saat ini aku sepertinya seperti orang yang sudah mati. Aku menyadari bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi aku ini akan kembali menghadap kepada-Mu dimana tidak ada seorang pun bisa mencegahnya. Namun hatiku ini buta dan belum mendapat pencerahan. Turunkanlah ke dalam hatiku nyala nur yang terang agar hatiku diilhami dengan kecintaan kepada-Mu dan pengabdian kepada Engkau. Berkatilah aku dengan Rahmat-Mu ini agar aku tidak dibangkitkan nanti dalam keadaan buta atau bersama mereka yang tidak melihat.

Jika ia berdoa dengan cara ini dan bersiteguh dalam doanya maka ia akan melihat satu waktu akan datang ia merasakan sesuatu turun ke dalam hatinya ketika ia sedang berdoa demikian yang akan meluluhkan hatinya. (Malfuzat, vol. IV, hal. 321-322).

* * *




"Dan mereka yang memelihara dengan ketat sembahyangnya" (S.23 Al-Muminun:10)

Makna daripada ayat ini ialah mereka yang beriman yang selalu menjaga keutuhan shalatnya dan tidak perlu diingatkan lagi oleh siapa pun. Hubungan mereka dengan Allah s.w.t. sedemikian rupa sehingga ingatan akan Wujud-Nya menjadi suatu hal yang amat berharga bagi mereka, menjadi sumber segala keselesaan dan bahkan hidup mereka itu sendiri. Karena itu mereka selalu menjaga ketat shalat mereka dan tidak pernah ingin meninggalkannya.


Jelas bahwa seseorang akan menjaga sesuatu jika ia menyadari bahwa kehilangannya akan menghancurkan hidupnya. Orang yang akan menempuh perjalanan di gurun yang diduga tidak memiliki mata air atau pun makanan dalam jarak ratusan kilometer, dengan sendirinya akan menjaga persediaan bekal miliknya seolah-olah nyawanya sendiri karena keyakinan bahwa kehilangan benda-benda itu berarti kehilangan nyawanya. Karena itu mukminin hakiki akan selalu menjaga keutuhan shalatnya seperti si petualang di atas. Mereka tidak akan mengabaikan shalatnya meski pun menghadapi risiko kehilangan kekayaan atau kehormatan atau pun mengundang ketidak-senangan orang lain. Setiap kekhawatiran akan kehilangan kesempatan bershalat menjadikan mereka menderita dan terasa seperti mau mati. Mereka tidak bisa memikul beban perasaan telah mengabaikan ingatan kepada Tuhan meski hanya sekejap saja. Mereka menganggap shalat dan dzikir kepada Tuhan sebagai sumber kehidupan dimana tergantung nyawa mereka.

Kondisi seperti itu akan tercapai ketika Allah s.w.t. mengasihi mereka dimana nur terang dari Kasih-Nya turun ke dalam kalbu mereka dan memberikan suatu kehidupan baru bagi mereka sedemikian rupa sehingga ruhani mereka dicerahkan dan menjadi hidup. Dalam keadaan seperti itu, kesibukan mereka berdzikir dan mengingat Tuhan bukan lagi karena formalitas atau penampilan semata tetapi karena kesadaran bahwa Tuhan telah menjadikan kalbu mereka menjadi bergantung pada sumber makanan ruhani yang menjadi keniscayaan karena ingatan kepada Wujud-Nya sebagaimana halnya tubuh phisik bergantung pada makanan jasmani. Hal inilah yang menjadikan mereka lebih menyukai sumber makanan ruhani ini dibanding makanan jasmani dan mereka selalu ketakutan akan kehilangan hal itu.

Semua itu sebagai akibat dari ruh yang turun ke diri mereka laiknya sebuah nyala yang menimbulkan mabuk hakiki akan kecintaan kepada Tuhan dalam hati mereka. Mereka tidak ingin dipisahkan daripadanya meski hanya sekejap. Mereka siap menderita dan disiksa demi kedekatan demikian dan karenanya selalu menjaga ketat shalat mereka. Hal ini menjadi suatu yang alamiah bagi mereka bahwa shalat yang menjadi sarana keingatan kepada Tuhan lalu menjadi sumber makanan ruhani yang pokok. Manifestasi kecintaan Allah s.w.t. kepada mereka adalah dalam bentuk dzikir kepada Tuhan yang menyenangkan hati. Karena itulah dzikir kepada Tuhan lalu menjadi suatu hal yang amat berharga bagi mereka yang bahkan lebih berharga dari nyawa mereka sendiri. Kasih Allah s.w.t. merupakan jiwa baru yang turun ke hati mereka laiknya sebuah nyala cahaya dan menjadikan shalat serta dzikir sebagai sumber makanan keruhanian mereka. Mereka meyakini bahwa yang menghidupkan mereka bukanlah roti dan air semata tetapi adalah karena shalat dan dzikir kepada Allah s.w.t.

Selengkapnya...

Minggu, 11 Mei 2008

Nara sumber bimbingan Islam

Pertama, adalah Kitab Suci Al-Qur’an yang merupakan Kitab Allah yang menjadi bukti terakhir yang paling konklusif. Kitab ini merupakan Firman Tuhan yang bebas dari segala keraguan dan perkiraan.

Kedua, adalah praktek kebiasaan yang dilakukan oleh Hazrat Rasulullah s.a.w. yang disebut sebagai Sunah. Kami tidak menganggap bahwa Hadts dan Sunah adalah sama atau menjadi satu kesatuan. Hadts berbeda dengan yang dikenal sebagai Sunah.


Yang dimaksud dengan Sunah adalah praktek kebiasaan yang dilakukan Hazrat Rasulullah s.a.w. yang kita ikuti dan muncul bersamaan dengan Al-Qur’an dan berjalan paralel. Dengan kata lain, Al-Qur’an adalah Firman dari Allah yang Maha Kuasa, sedangkan Sunah adalah tindakan Hazrat Rasulullah s.a.w. Sudah menjadi Sunatullah (kebiasaan bagi Allah s.w.t.) bahwa para Nabi yang membawakan Firman Tuhan sebagai pedoman bagi umat manusia dimana mereka menggambarkan pelaksanaannya melalui tindakan mereka sehingga tidak ada keraguan dalam pikiran manusia berkaitan dengan perintah Tuhan. Para Nabi melaksanakan Firman tersebut dan mengajak serta mendorong umatnya untuk melakukan hal yang sama.

Sumber ketiga yang merupakan tuntunan bagi manusia adalah Hadts yaitu riwayat atau kisah yang dikompilasi dari pernyataan berbagai perawi kurang lebih sekitar satu abad setengah setelah Hazrat Rasulullah s.a.w.


Perbedaan di antara Sunah dan Hadts ialah Sunah itu merupakan praktek berkelanjutan yang dimulai oleh Hazrat Rasulullah s.a.w. Kedudukan Sunah dalam kepastian ajaran adalah kedua setelah Al-Qur’an. Sebagaimana Hazrat Rasulullah s.a.w. ditugaskan untuk penyiaran Al-Qur’an, beliau juga ditugaskan untuk menetapkan Sunahnya. Sebagaimana Al-Qur’an bersifat penuh kepastian maka begitu juga dengan Sunah yang berkelanjutan. Kedua tugas tersebut dilaksanakan Hazrat Rasulullah s.a.w. sebagai kewajiban beliau. Sebagai contoh, ketika shalat dijadikan sebagai suatu kewajiban maka Hazrat Rasulullah s.a.w. memberikan contoh melalui tindakan beliau berapa jumlah rakaat yang harus dilakukan dalam setiap shalat. Dengan cara sama beliau memperagakan pelaksanaan ibadah haji. Beliau mendidik ribuan dari para sahabat tentang praktek pelaksanaan ibadah. Ilustrasi praktek yang bersifat berkesinambungan di antara umat Muslim tersebut disebut sebagai Sunah.

Di sisi lain Hazrat Rasulullah s.a.w. tidak pernah mengatur untuk mencatat atau mengkompilasi Hadts di hadapan atau di masa hidup beliau. Hazrat Abu Bakar r.a. pernah mengumpulkan beberapa Hadts tetapi karena sifat kehati-hatian, beliau kemudian membakarnya karena beliau sendiri belum pernah mendengar isinya dari Hazrat Rasulullah s.a.w. sehingga tidak meyakini kebenarannya. Saat para sahabat Rasulullah s.a.w. sudah sama berpulang maka beberapa penerus mereka berfikir untuk mengkompilasi Hadts. Tidak ada yang meragukan bahwa para penghimpun Hadts adalah orang-orang yang saleh dan muttaqi. Mereka telah menguji kebenaran dari Hadts sejauh dimungkinkan dan menghindari hal-hal yang diperkirakan sebagai tidak asli, serta menolak Hadts atau pun perawi yang mereka ragukan kejujurannya. Mengingat semua kegiatan tersebut bersifat ex-post factum (sesuatu yang terjadi setelah fakta kenyataannya) maka jadinya tidak lebih merupakan dugaan semata. Hanya saja amat tidak adil untuk mengatakan bahwa Hadts adalah suatu kesia-siaan yang tidak berguna. Sudah demikian banyak kehati-hatian yang dicurahkan dalam upaya kompilasi Hadts dan begitu banyak penelitian dan kritikan yang diterapkan dalam upaya tersebut sehingga tidak ada padanannya dalam agama-agama lain.


Umat Yahudi juga memiliki kompilasi Hadts dan Yesus a.s. dimusuhi oleh sekte bangsa Yahudi yang menganut Hadts tersebut. Hanya saja tidak ada dibuktikan kalau para penghimpun Hadts Yahudi telah sedemikian hati-hatinya dalam mengkompilasi Hadts sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun Hadts dari umat Muslim. Tetapi salah besar jika kemudian membayangkan bahwa sebelum Hadts selesai dikompilasi bahwa umat Muslim tidak mengetahui rincian ibadah shalat atau memahami cara terbaik melaksanakan ibadah haji. Ilustrasi dari Sunah telah mengajarkan kepada mereka seluruh batasan dan kewajiban yang ditetapkan oleh agama Islam. Namun benar juga jika dikatakan bahwa bila Hadts yang dikumpulkan jauh setelah masa Rasulullah s.a.w. bila tidak dikompilasi pun tetap saja tidak akan mengurangi hakikat ajaran Islam karena Al-Qur’an dan Sunah telah memenuhi keperluan tersebut. Hadts merupakan nur pelengkap dan Islam menjadi Nur di atas Nur dimana Hadts menjadi bukti kesaksian dari Al-Qur’an dan Sunah. Dari sekian banyak sekte atau mazhab yang kemudian muncul di antara umat Muslim, sekte yang benar memperoleh manfaat akbar dari Hadts hakiki. Pandangan yang benar ialah jangan memperlakukan Hadts sebagai suatu hal yang lebih berwenang daripada Al-Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Ahl-i-Hadts1 di zaman ini atau lebih memilih pernyataan Hadts yang bertentangan dengan Al-Qur’an dibanding Al-Qur’an itu sendiri, tetapi juga jangan menganggap Hadts sebagai suatu yang sia-sia dan dusta sebagaimana keyakinan dari Maulvi Abdullah Chakralvi.

Jadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai batu penguji suatu Hadts dan mana yang tidak bertentangan dengan keduanya itu, sewajarnya diterima dengan baik. Inilah jalan yang lurus dan berberkatlah mereka yang mengikutinya. Sangat bodoh dan sial orang yang serta merta menolak Hadts tanpa melalui uji coba sebagaimana kami usulkan di atas. Menjadi kewajiban bagi para anggota Jemaat kami bahwa Hadts yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunah, harus diterima dan dipatuhi, betapa lemahnya pun tingkat kesahihannya, dan diperlakukan lebih tinggi dari peraturan yang ditetapkan para jurist. (Review on the Debate between Batalwi and Chakralvi, Qadian, 1902; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 209-212, London, 1984).


Selengkapnya...

Kamis, 01 Mei 2008

Yang Sesat dan Yang Ngamuk

Yang Sesat dan Yang Ngamuk
Oleh A. Mustofa Bisri

Karena melihat sepotong, tidak sejak awal, saya mengira massa yang ditayangkan TV itu adalah orang-orang yang sedang kesurupan masal. Soalnya, mereka seperti kalap. Ternyata, menurut istri saya yang menonton tayangan berita sejak awal, mereka itu adalah orang-orang yang ngamuk terhadap kelompok Ahmadiyah yang dinyatakan sesat oleh MUI.



Saya sendiri tidak mengerti kenapa orang -yang dinyatakan- sesat harus diamuk seperti itu? Ibaratnya, ada orang Semarang bertujuan ke Jakarta, tapi ternyata tersesat ke Surabaya, masak kita -yang tahu bahwa orang itu sesat- menempelenginya. Aneh dan lucu.

Konon orang-orang yang ngamuk itu adalah orang-orang Indonesia yang beragama Islam. Artinya, orang-orang yang berketuhanan Allah Yang Mahaesa dan berkemanusiaan adil dan beradab. Kita lihat imam-imam mereka yang beragitasi dengan garang di layar kaca itu kebanyakan mengenakan busana Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kalau benar mereka orang-orang Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, mengapa mereka tampil begitu sangar, mirip preman? Seolah-olah mereka tidak mengenal pemimpin agung mereka, Rasulullah SAW.

Kalau massa yang hanya makmum, itu masih bisa dimengerti. Mereka hanyalah mengikuti telunjuk imam-imam mereka. Tapi, masak imam-imam -yang mengaku pembela Islam itu- tidak mengerti misi dan ciri Islam yang rahmatan lil ’aalamiin, tidak hanya rahmatan lithaaifah makhshuushah (golongan sendiri). Masak mereka tidak tahu bahwa pemimpin agung Islam, Rasulullah SAW, adalah pemimpin yang akhlaknya paling mulia dan diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Masak mereka tidak pernah membaca, misalnya ayat "Ya ayyuhalladziina aamanuu kuunuu qawwamiina lillah syuhadaa-a bilqisthi…al-aayah" (Q. 5: 8). Artinya, wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak-penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum menyeret kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah; adil itu lebih dekat kepada takwa. Takwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan.

Apakah mereka tidak pernah membaca kelembutan dan kelapangdadaan Nabi Muhammad SAW atau membaca firman Allah kepada beliau, "Fabimaa rahmatin minaLlahi linta lahum walau kunta fazhzhan ghaliizhal qalbi lanfaddhuu min haulika… al-aayah" (Q. 3: 159). Artinya, maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berperangai lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati kejam, niscaya mereka akan lari menjauhimu…"

Tak Mengerti

Sungguh saya tidak mengerti jalan pikiran atau apa yang merasuki pikiran mereka sehingga mereka tidak mampu bersikap tawaduk penuh pengayoman seperti dicontoh-ajarkan Rasulullah SAW di saat menang. Atau, sekadar membayangkan bagaimana seandainya mereka yang merupakan pihak minoritas (kalah) dan kelompok yang mereka hujat berlebihan itu mayoritas (menang).

Sebagai kelompok mayoritas, mereka tampak sekali -seperti kata orang Jawa- tidak tepa salira. Apakah mereka mengira bahwa Allah senang dengan orang-orang yang tidak tepo saliro, tidak menenggang rasa? Yang jelas Allah, menurut Rasul-Nya, tidak akan merahmati mereka yang tidak berbelas kasihan kepada orang.

Saya heran mengapa ada -atau malah tidak sedikit- orang yang sudah dianggap atau menganggap diri pemimpin bahkan pembela Islam, tapi berperilaku kasar dan pemarah. Tidak mencontoh kearifan dan kelembutan Sang Rasul, pembawa Islam itu sendiri. Mereka malah mencontoh dan menyugesti kebencian terhadap mereka yang dianggap sesat.

Apakah mereka ingin meniadakan ayat dakwah? Ataukah, mereka memahami dakwah sebagai hanya ajakan kepada mereka yang tidak sesat saja?

Atau? Kelihatannya kok tidak mungkin kalau mereka sengaja berniat membantu menciptakan citra Islam sebagai agama yang kejam dan ganas seperti yang diinginkan orang-orang bodoh di luar sana. Tapi…


KH A. Mustofa Bisri, pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang

Sumber : http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=337871

Selengkapnya...

Selasa, 29 April 2008

Tujuan Daripada Agama

Tujuan Daripada Agama
Tujuan pokok daripada menganut suatu agama adalah kita
memperoleh kepastian berkaitan dengan Tuhan yang menjadi
sumber dari keselamatan, seolah-olah kita bisa melihat Wujud-
Nya dengan mata kita. Unsur kejahatan dalam dosa akan selalu
mencoba menghancurkan manusia dimana seseorang tidak
akan bisa melepaskan diri dari racun fatal dari dosa sampai ia
itu meyakini sepenuh hati beriman kepada Tuhan yang Maha
Sempurna dan Maha Hidup, yang menghukum para pendosa
dan mengganjar yang muttaqi dengan kenikmatan yang kekal.



Merupakan pengalaman umum bahwa jika kita meyakini akan
efek-efek fatal yang ditimbulkan sesuatu maka dengan
sendirinya kita tidak akan mendekatinya. Sebagai contoh, tidak
akan ada orang yang menenggak racun secara sadar. Tidak
akan ada orang yang secara sengaja berdiri di depan seekor
harimau liar. Tidak juga orang mau memasukkan tanggannya
ke lubang ular berbisa. Lalu mengapa orang melakukan dosa
secara sengaja? Sebabnya adalah karena ia tidak memiliki
keyakinan penuh mengenai hal tersebut sebagaimana dengan
hal-hal lain yang dicontohkan tadi. Tugas pertama seseorang
dengan demikian adalah berusaha memperoleh keyakinan
mengenai eksistensi daripada Tuhan dan menganut suatu
agama yang melalui mana hal itu bisa dicapai, agar dengan
demikian ia akan menjadi takut kepada Tuhan dan menjauhi
dosa. Lalu bagaimana bisa memperoleh keyakinan demikian?
Jelas bahwa hal seperti itu tidak akan bisa didapat hanya
melalui dongeng-dongeng. Tidak juga bisa diperoleh melalui
argumentasi saja. Satu-satunya cara untuk memperoleh
keyakinan adalah dengan mengalami pendekatan dengan
Tuhan berulangkali melalui bercakap-cakap dengan Wujud-
Nya atau dengan menyaksikan berbagai tanda-tanda-Nya yang
luar biasa, atau juga melalui kedekatan dengan seseorang yang
memiliki pengalaman demikian.
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang
dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 447-448, London,
1984).
* * *


Selengkapnya...

Rabu, 23 April 2008

Mohon Maaf, Ahmadiyah


Mohon Maaf, Ahmadiyah
Masykurudin Hafidz
Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami memasukkan keyakinan dan keberadaan Anda sebagai persoalan besar yang mengancam negeri ini. Daripada kemiskinan, kelaparan, kenaikan harga bahan pokok, serta biaya pendidikan yang makin mahal, kami lebih suka memilih Anda sebagai sasaran pekerjaan. Keseriusan kami semata-mata karena ini menyangkut keyakinan; sesuatu yang sangat prinsipil bagi setiap umat manusia.


Bertahun-tahun kami dikondisikan untuk selalu curiga terhadap lain keyakinan. Ibarat musuh dalam selimut, ia lebih berbahaya karena bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Kami tidak terbiasa untuk terbuka dan mempelajari dengan serius sistem keyakinan lain tanpa harus takut terpengaruh karenanya. Sebagai mayoritas, justru yang kami lakukan adalah membuat Anda merasa tidak aman, tidak nyaman dan tidak bebas menjalankan ibadah serta kegiatan sehari-hari.

Memangnya kenapa kalau kebebasan Anda untuk beribadah kami ambil alih? Kami ini sangat sensitif terhadap agama di luar agama resmi sehingga selalu berusaha untuk melarang dan menutup tempat ibadah Anda. Kami merasa berhak untuk menentukan status keyakinan Anda. Apa yang kami hakimi sebagai sesat, itu berarti kami boleh menghilangkan hak sebagai warga dalam mendapatkan perlindungan di negeri ini.

Kami menutup mata terhadap sumbangan Anda kepada kemanusiaan (humanity first). Jaringan yang sangat luas tersebar di belahan bumi membuat Anda mampu menyalurkan bantuan terhadap kemiskinan, pendidikan, dan korban bencana. Di Indonesia, jumlah anggota organisasi Anda yang hanya lima ratus ribu sanggup mengumpulkan puluhan miliar setiap tahun. Anda juga punya televisi yang berpusat di Inggris sehingga dunia dapat melihat bahwa Indonesia adalah negeri yang damai, terbuka dan kondusif untuk investasi.

Tetapi inilah kami. Kesepakatan kita bahwa di negara ini tidak ada yang boleh didiskriminasi tiba-tiba kami ingkari. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak lagi kami jadikan sabuk pengaman bagi integrasi bangsa. Negara sebagai penjamin atas hak-hak bagi setiap warga, termasuk Anda, lalai dan sengaja membiarkan saat Anda menjadi sasaran kesewenang-wenangan .

Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami tidak bisa menerima perbedaan. Kami tidak menganut pluralisme karena paham itu datang dari luar. Kami punya keyakinan sendiri yang sesuai dengan ajaran kami. Kami bisa melakukan larangan dan melakukan tindakan kekerasan jika tidak sesuai dengan keyakinan kami. Tuhan pasti berada di pihak kami karena kami yang paling benar. Kami adalah khalifah Tuhan yang diperintah untuk meluruskan keyakinan Anda.

Tidak bisa kami menghentikan perhatian terhadap masalah perbedaan keyakinan karena hal itu menjadi faktor yang membuat bangsa ini dalam bahaya. Kami lupa bahwa negeri ini adalah salah satu negeri paling plural di dunia sehingga kesatuan akan tumbuh jika masing-masing keyakinan dihormati. Persatuan Indonesia yang menuntut bahwa setiap orang berhak beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya, entah itu sesuai atau tidak dengan keyakinan yang lain, tiba-tiba kami singkirkan.

Itulah kenapa kami menyerang masjid-masjid tempat Anda beribadah. Padahal ajaran kami mengatakan, kami tidak boleh menyakiti orang lain tanpa alasan apa pun. Tidak boleh menyerang orang lain kecuali sekadar mempertahankan diri. Bahkan ketika orang lain menyerang kami tiba-tiba meminta perlindungan, wajib hukumnya bagi kami untuk melindunginya.

Perlindungan terhadap orang lain tanpa memandang keyakinan sering kali kami temui dalam ajaran kami. Kami masih ingat saat Rasulullah Muhammad menerima para tamu yang datang dari kelompok yang berkeyakinan lain di masjid Madinah. Saat rombongan tersebut meminta izin keluar untuk melakukan kebaktian justru Rasulullah mempersilakan untuk beribadah di Masjid Nabawi. Masjid justru digunakan untuk menerima dan membangun toleransi antaragama.

Bahkan dengan sangat tegas Rasulullah menjamin jiwa, harta, dan agama para penganut keyakinan di luar keyakinannya. Ia mendeklarasikan Piagam Madinah sebagai undang-undang bersama untuk hidup berdampingan secara damai dan toleran. Kami tahu, di dalam piagam tersebut dijelaskan bahwa masyarakat yang hidup di Madinah saat itu, yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen, disebut sebagai satu umat (ummatan wahidah). Isi piagam tersebut juga memuat untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam menghadapi tantangan dari luar. Tidak boleh ada diskriminasi, siapa pun yang berada di Madinah harus dilindungi serta tidak boleh ada yang terluka, apa pun keyakinannya, bagaimanapun latar belakangnya.

Di negeri tercinta ini, kami juga mengerti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 kita menegaskan bahwa jaminan konstitusional tentang hak untuk hidup, untuk tidak disiksa, untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, untuk beragama, untuk tidak diperbudak, dan untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Demikian pula, kami tahu bahwa bangsa ini telah menjadi bagian dari masyarakat internasional yang meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia lewat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Bahkan bangsa ini juga sudah mengesahkan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui UU Nomor 12 Tahun 2005. Kedua ketentuan tersebut menegaskan jaminan negara atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Namun, ajaran dan teladan Rasulullah begitu jauh dari kami. Tidak perlu ada kesesuaian ajaran dan undang-undang dengan tindakan sehari-hari. Juga kesepakatan kita dalam menjalankan roda kehidupan bangsa ini tiba-tiba seperti angin lalu. Tugas kami sebagai pengayom seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi kami abaikan. Kami diam saja, bahkan ikut menyuburkan praktek diskriminasi dan penafian atas hak-hak kebebasan berkeyakinan. Padahal, itu hak paling asasi yang dianugerahkan Tuhan. Semangat kebangsaan kami memang sedang defisit. Kami gampang terpengaruh oleh isu-isu murahan dan sentimental.

Mohon maaf, Ahmadiyah. Kami tidak mampu melindungi Anda. Kami tidak bisa menjamin jika suatu saat rumah atau masjid Anda akan diserang. Sekali lagi, mohon maaf.

sumber : korantempo tanggal 22 April 2008

Selengkapnya...

Kamis, 10 April 2008

PUSAT PERIBADATAN ADALAH KESUCIAN KALBU

PUSAT PERIBADATAN ADALAH KESUCIAN KALBU
Pusat segala kegiatan dan peribadatan manusia ialah kalbu. Bila seorang melakukan peribadatan atau sembahyang, tetapi ia sendiri tidak sungguh-sungguh mengingat kepada Allah Swt., maka peribadatan demikian adalah sia-sia belaka. Sudah sewajarnya bahwa kalbu orang yang beribadat itu benar-benar condong kepada Allah. Wajib diketahui, bahwa pada masa ini didapati ribuan mesjid-mesjid, tetapi apa yang dilakukan di dalamnya itu adalah hanya merupakan upacara menurut adat peribadatan.


Adat demikian adalah benar-benar sama dengan yang dilakukan orang-orang Yahudi pada waktu Rasulullah saw. diutus di dunia ini. Mereka itu melakukan peribadatan sesuai upacara menurut adat kebiasaan agama, tetapi kalbu mereka itu sama sekali kosong dari peribadatan. Itulah sebabnya kutukan Tuhan telah menimpa mereka. Kesegaran dan pertumbuhan taman peribadatan tergantung dari kesucian kalbu. Itulah sebabnya Allah Taala berfirman :
“Qad aflaha man zakkaahaa wa qad khaaba man dassaahaa”
Orang yang memperoleh sukses adalah hanya orang yang membersihkan kalbunya, dan siapa yang tidak berbuat demikian dan hanya mengejar dorongan hawa nafsunya, maka orang itu tidak memperoleh maksud hidupnya yang sebenarnya.(Malfuzat, jilid VII, halaman 289).


Selengkapnya...

Selasa, 01 April 2008

PENAMPAKAN SIFAT ALLAH “AL HALIM ”


KHUTBAH JUM’AH HADZRAT AMIRUL MUKMININ
KHALIFATUL MASIH V atba.
Tanggal 21 Maret 2008 dari Baitul Futuh London U.K.
Alih bahasa : Hasan Basri

PENAMPAKAN SIFAT ALLAH “AL HALIM ”

Huzur menyampaikan khutbah tentang manifestasi kesabaran yang sangat luhur dari sifat حَلِيْمُ (Halim) Tuhan seperti yang telah dipertunjukkan oleh Hadzrat Rasulullah saw selama dalam kehidupan beliau. Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman kepada-Nya untuk menerapkan sifat-sifat Ilahi ini pada diri mereka masing-masing.
Telah difirmankan bahwa ciri khas orang-orang beriman adalah mereka yang banyak menyerap sifat-sifat Allah swt pada diri mereka. Dan Allah swt menganugerahkan banyak sekali sifat-sifat-Nya kepada para Anbiya-Nya supaya beliau-beliau itu berjaya dalam memperbaiki ummat manusia dan menjadi contoh tauladan bagi mereka. Dan Nabi yang paling banyak menerima anugerah sifat-sifat Ilahi dari Allah swt adalah Nabi Muhammad saw sehingga beliau menjadi contoh paling mulia bagi ummat manusia diseluruh dunia untuk sepanjang zaman.
Akan tetapi sekalipun betapa cemerlangnya sifat-sifat Allah swt telah mewarnai wujud beliau namun orang-orang yang tidak simpati bahkan memusuhi beliau dan memusuhi Agama Islam tidak dapat melihat keadaan beliau yang cemerlang dengan sifat-sifat Ilahi itu.


Huzur menerangkan beberapa riwayat tentang sifat-sifat Allah swt yang dipertunjukkan oleh Rasulullah saw dihadapan para sahabah bahkan dihadapaan kaum musyrik Mekkah pada waktu itu.
Pada suatu hari seorang utusan dari suatu daerah telah datang kepada Rasulullah saw dan dia berulang kali menarik-narik jubah beliau sampai janggut mubarak beliau-pun dipegang-pegangnya, sehingga menimbulkan kemarahan terhadap para sahabat yang menyaksikan pada waktu itu khususnya Hadzrat Umar r.a. Karena sangat marahnya, Hadzrat Umar berkali-kali telah menghunus pedang beliau hendak memukul utusan itu. Namun Hadzrat Rasulullah saw menahan Hadzrat Umar supaya jangan membalas perbuatan kasar orang itu. Sehingga Hadzrat Umar berkata : Ya Rasulullah!! Orang ini sangat tidak sopan terhadap Rasulullah!! Saya hendak memukul kepalanya dengan pedang ini!! Namun sesungguhnya Hadzrat Rasulullah saw sangat sabar dan sangat berbaik hati dalam menyikapi orang yang telah berbuat tidak sopan dan kasar itu kepada beliau. Sambil senyum, Rasulullah saw melarang Hadzrat Umar untuk tidak membalas perbuatan kasar orang itu.
Didalam sebuah riwayat lain lagi dikatakan bahwa Zaid Bin Sun’ah seorang Alim Yahudi yang berpengetahuan tinggi datang dari Madinah kepada Rasulullah saw. Kisah ini Zaid Bin Sun’ah sendiri menceritakannya, katanya : Ketika saya berjumpa dengan Hadzrat Muhammad Rasulullah saw saya nampak semua keindahan akhlaq dan sifat-sifat luhur beliau kecuali dua hal (dua sifat) beliau yang belum nampak kepada saya. Yaitu pertama sifat حِلْمٌ (hilm) yang mengalahkan dan menguasai kemarahan. Kedua, berapa kerasnya seorang diperlakukan tidak sopan dan kasar oleh orang lain namun sifat sabar dan kasih sayang-nya semakin nampak cemerlang. Saya ingin sekali menyaksikan kedua sifat ini pada diri beliau. Sambil duduk dekat beliau saya ingin mempergunakan kesempatan untuk menyaksikan kedua sifat itu pada diri beliau. Saya betul-betul ingin mengetahui apakah ada atau tidak ada sifat ini pada diri beliau seperti telah disebutkan didalam nubuatan yang pernah saya ketahui.
Pada suatu hari ketika sedang duduk-duduk dengan beliau datanglah seorang dusun (kampung) mengendarai seekor unta menghadap Rasulullah saw dan berkata : Ya Rasulullah!! Kampung kami sudah masuk Islam semuanya. Sebelum masuk Islam, saya katakan kepada mereka jika kalian masuk Islam kalian akan mendapat rizki banyak sekali dari Allah swt. Kebetulan kampung itu sekarang sedang dilanda kelaparan karena kekeringan sudah lama tidak turun hujan. Saya takut sekali jangan-jangan mereka ini masuk Islam betul-betul mengharapkan turunnya rezki yang banyak dari Allah swt. Saya takut mereka akan mendapat pertolongan dari orang lain, lalu mereka meninggalkan Islam. Sebab mereka masuk Islam mungkin untuk mendapatkan rizki yang banyak itu dari Allah swt.
Ya Rasulullah! Kami mohon agar mereka itu dibantu supaya mereka tetap berpegang pada keimanan mereka dan jangan lari dari Islam.
Pada waktu itu Hazrat Ali-pun sedang duduk bersama Hadzrat Rasulullah saw. Lalu Hadzrat Rasulullah saw bertanya kepada Hadzrat Ali r.a. “Hai Ali!! Apakah permohonan orang ini bisa dipenuhi? “ Hadzrat Ali menjawab : “Ya Rasulullah!! Kami sedang tidak mempunyai apa-apa, tidak bisa memberi bantuan apa-apa kepada mereka”. Zaid Bin Sun’a berkata kepada Rasulullah saw, “hai Muhammad saw! Jika kebun kurma milik si Fulan itu sebagai jaminan sewa diberikan kepada saya dan ditetapkan waktunya untuk dibayar, saya bisa memberi bantuan kepada kampung orang ini”. Maka Hadzrat Rasulullah saw bersabda kepada saya (Zaid Bin Sun’a) : “Hai Yahudi! Kurma yang telah ditetapkan sebelumnya itu boleh saja diberikan, namun syarat yang engkau sebutkan itu tidak bisa dikabulkan bahwa kurma itu harus diambil dari kebun si Fulan!”. Mendengar jawaban dari Hadzrat Rasulullah saw ini, Zaidpun setuju. Lalu ia membuka pundi-pundi berisi uang dan memberikan sejumlah uang-nya kepada Rasulullah saw sambil berkata : Uang ini harus dikembalikan pada waktu yang telah ditetapkan menurut perjanjian sebelumnya. Maka uang itu diambil oleh Hadzrat Rasulullah saw dan diberikan kepada orang kampung itu untuk dibagikan kepada orang-orang kampung yang sedang ditimpa kelaparan.
Zaid Bin Sun’a selanjutnya mengatakan : Beberapa hari sebelum kurma itu diambil dari kebun, saya sudah datang untuk menagih hutang itu kepada Rasulullah saw. Saya tarik kain serta jubah beliau sambil berkata : “Hai Muhammad!! Apakah hak saya mau dibayar atau tidak? Demi Allah saya tahu betul keadaan kakek engkau Abdul Muthalib, sangat kikir selalunya mengundur-undur perjanjian dalam urusan hutang. Dan saya juga tahu tentang engkau hai Muhammad, sentiasa melambat-lambatkan janji!!” Hadzrat Umar r.a. yang sedang duduk didekat Rasulullah saw sangat marah dan tidak tahan mendengar penghinaan ini, dan berkata sambil marah kepada saya (Zaid Bin Sun’a) katanya : “Hai musuh Allah! Mengapa engkau berani berkata sangat kasar dan tidak sopan kepada seorang Rasul Allah? Demi Allah jika aku tidak takut kepada beliau sudah aku pukul kepala engkau dengan pedang-ku ini.”
Walaupun suasana sangat tegang akan tetapi Hadzrat Rasulullah saw menghadapi suasana itu dengan sabar dan tenang, kemudian berkata sambil senyum kepada Hadzrat Umar : “Hai Umar! Jangan engkau marah kepadanya! Lebih baik kita bayar hutang itu kepadanya! Pergilah engkau Umar bersama Zaid Bin Sun’a ini dan bayarlah utang kepadanya. Dan ingat! Tambahlah 20 Sa’ (44 kg) lagi sebab engkau telah memarahi sambil mengancam dan menakut-nakuti dia! “
Zaid Bin Sun’a meneruskan kisahnya, katanya saya pergi dengan Hadzrat Umar r.a. untuk menerima pembayaran kurma itu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Namun Umar memberi 44 Kg lebih kepada saya. Lalu saya tanya : “Umar! Mengapa kau beri lebih 44 Kg kepada saya, untuk apa?”, Umar menjawab : “Ini perintah Hadzrat Rasulullah saw untuk diberikan kepada engkau karena saya telah memarahi, mengancam dan menakut-nakuti engkau!” Saya berkata kepada Umar r.a. : “Hai Umar! Tahukah engkau siapa aku ini?” Umar menjawab : “Saya tidak tahu siapa engkau!”, lalu saya jawab ”Saya ini Zaid Bin Sun’ah!”, Umar berkata lagi : “Zaid Bin Sun’ah orang Yahudi yang Alim itu?” Saya jawab : “Ya itulah saya!” Umar berkata lagi : “Mengapa engkau seorang alim dan berilmu tinggi, engkau telah berkata sangat kasar dan tidak hormat kepada seorang Rasul Allah?” Saya (Zaid Bin Sun’ah) jawab “Umar! Setelah saya melihat wajah Hadzrat Muhammad saw, saya nampak semua ciri-ciri dan tanda-tanda kenabian beliau, tetapi dua buah ciri lagi pada waktu itu belum nampak kepada saya. Yaitu pertama sifat حِلْمٌ (hilm) yang mengalahkan dan menguasai kemarahan. Kedua, berapa kerasnya seorang diperlakukan tidak sopan dan kasar oleh orang lain namun sifat sabar dan kasih sayang-nya semakin nampak cemerlang. Oleh itu saya mau tahu betul kedua sifat beliau itu dan pada sa’at ini saya sedang mendapat kesempatan yang baik untuk membuktikannya. Hai Umar! Sekarang saya jadikan engkau sebagai saksi! Aku beriman kepada Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agama-ku dan Muhammad saw adalah Rasul Allah! Dan saya sangat gembira karena semua keinginan saya itu telah terpenuhi, dan karena itu separuh dari harta saya yang saya miliki saya serahkan kepada ummat Muhammad saw.”
Jadi setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa sempurnanya sifat حِلْمٌ (hilm) lemah-lembut, pengasih dan pemaaf Hadzrat Rasulullah saw maka Zaid Bin Sun’ah orang alim Yahudi itu telah masuk Islam.
Huzur mengatakan bahwa peristiwa semacam itu bukan hanya satu atau dua kali terjadi, akan tetapi sering sekali terjadi bahkan tidak terhitung banyaknya. Dan kisah-kisah beliau seperti itu tidak atau belum sampai kepada kita.
Sebuah kisah lagi yang ingin saya sampaikan kepada hadirin semua adalah masih sebuah peristiwa yang menggambarkan sifat حِلْم hilm beliau itu. Pada suatu ketika Rasulullah saw harus membayar hutang kepada seorang orang kampung. Orang itu telah datang kepada Hadzrat Rasulullah untuk menagih hutang itu dengan suara keras dan sangat tidak sopan. Para sahabah yang sedang duduk bersama Hadzrat Rasulullah saw marah dan semua bangkit untuk memukul orang itu. Melihat prilaku para sahabah demikian itu beliau bersabda : Biarkanlah dia! Orang yang mempunyai piutang itu (orang yang menagih hutang itu) mempunyai hak untuk berbicara. Sekarang belilah seekor ternak yang sama umurnya dengan ternak yang dia pinjamkan itu kepada kita. Para sahabah berkata : “Ya Rasulullah! Kita mempunyai seekor hewan lebih baik dan lebih gemuk dari pada hewan yang telah dia pinjamkan kepada kita”. Hadzrat Rasulullah saw barsabda : “Berikanlah hewan itu untuk membayar hutang kepadanya. Orang yang paling baik dari antara kalian adalah orang yang membayar hutangnya dengan cara yang sangat baik.”
Huzur atba bersabda: حِلْم hilm artinya : sabar dan pengasih juga. Dari peristiwa itu semua nampaklah betapa sabar dan pengasihnya Hadzrat Rasulullah saw itu. Didalam kehidupan rumah tangga juga beliau sentiasa menunjukkan sifat sabar dan lembut serta pengasih terhadap isteri-isteri beliau.
Hadzrat Aisyah r.a. menceritakan sebuah kisah, katanya pada suatu hari beberapa orang tamu datang kerumah Rasulullah saw. Saya mempersiapkan makanan untuk mereka itu. Hadzrat Safiyah juga menyediakan makanan dan mengirimkannya lebih awal dari pada saya. Saya merasa kurang senang melihat demikian dan saya telah menyuruh pembantu untuk menumpahkan makanan yang telah dibawa oleh Hadzrat Safiyah itu. Diapun mengambilnya lalu pinggan berisi makanan itu jatuh tertumpah dan pecah berkeping-keping. Kemudian Rasulullah saw dengan tenang memunguti makanan yang terjatuh itu dan diletak diatas pinggan lain lalu beliaupun memakannya dari pinggan itu dengan tenang. Kepingan-kepingan pinggan yang pecahpun dikumpulkan dan lantai dibersihkan kembali oleh beliau. Sesudah itu pinggan saya beserta makanannya dikirimkan kepada Hadzrat Safiyah sebagai gantinya. Pada waktu itupun wajah Hadzrat Rasulullah saw sedikitpun tidak berobah dan tidak pula menunjukkan rasa kesal atau marah kepada siapapun.
Huzur bersabda : Contoh dan tauladan Hadzrat Rasulullah saw tentang sifat حِلْم hilm itu bukan hanya berlaku untuk orang-orang dizaman itu saja, melainkan berlaku untuk kita semua dan untuk orang-orang yang akan datang juga. Bukan hanya didengar, dibaca atau dilihat namun untuk ditunjukkan secara amaliah apabila waktunya tepat untuk diamalkan. `
Huzur bersabda : Saya telah menerima banyak complain, diantaranya ada yang melaporkan tentang perbuatan aniaya dan kejam terhadap amah (pembantu rumah) atau suami-suami berbuat kejam terhadap isteri-isteri mereka. Sampai ada perempuan yang dipukuli melampaui batas sehingga terpaksa harus dibawa ke Hospital. Di Eropah ini memang sering terjadi bahkan sudah biasa, jika terjadi krisis rumah tangga polisipun turun tangan dan menangkap mereka yang berbuat terlalu berlebihan, sehingga timbul masalah baru dan harus menghadap ke pengadilan. Jadi berlaku lemah-lembut, kasih sayang dan toleransi adalah contoh-contoh Hadzrat Rasulullah saw yang harus diikuti oleh semua orang.
Sekarang dirumah tangga sering terjadi, bukan saja suami yang berbuat marah atau berbuat aniaya terhadap isterinya, namun kakak ipar perempuan dan mertuanya juga ikut memarahi dan memukul menantunya itu. Dalam situasi demikian semua pihak harus berhati-hati dan harus berusaha menahan perasaan marah. Rasulullah saw bersabda : “Apabila seseorang sedang marah sambil berdiri, hendaknya ia duduk kemudian berbaring sambil membaca istighfar banyak-banyak dan membaca la haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim, kemudian basuh muka sambil berwudhu supaya perasaan marah menjadi hilang.”
Huzur menerangkan peristiwa Fatah Mekkah untuk menjelaskan lebih jauh lagi bagaimana Hadzrat Rasulullah saw menunjukkan sifat حِلْم hilm , pema’af dan kasih-sayang beliau. Sambil berdiri dimuka pintu Ka’bah beliau saw berseru kepada para penduduk Mekkah yang pada waktu itu sedang merasa ketakutan bersembunyi didalam rumah-rumah mereka. Dengan suara keras beliau menyeru : “Wahai orang-orang Quraisy!! Perlakuan apa kiranya yang kalian harapkan dari padaku?” Mereka berkata : “اَنْتَ كَرِيْمٌ اِبْنُ كَرِيْمٍ Hai Muhammad engkau orang terhormat anak seorang terhormat! Kami mengharapkan perlakuan baik dari pada engkau!! Rasulullah saw bersabda atas jawaban mereka itu
اِذْهَبُوْا اَنْتُمُ تُّلقَاء لاَ تَثْرِيْبَ عَلَيْمُ اْليَوْمَ Pergilah kalian dengan bebas! Telah aku ma’afkan kalian semua. Tidak ada sedikitpun tuntutan lagi diatas kalian!!”
Seorang musuh Islam yang sangat keras bernama Safwan bin Umayyah telah melarikan diri ketakutan dituntut hukuman. Umair bin Wahab datang menghadap Hadzrat Rasulullah saw dan berkata : “Ya Rasulullah! Safwan bin Umayyah seorang pemimpin kaum, ia telah lari karena takut dan ia sedang menuju kearah laut untuk menyeberang kenegeri Yaman. Ya Rasulullah! Ma’afkanlah dia! Maka Rasulullah-pun mema’afkan-nya.“
Ketika Safwan bin Umayyah dihubungi oleh Umair bin Wahab dan diberi tahu kepadanya bahwa ia telah dima’afkan. Ia meminta tanda bukti bahwa Rasulullah saw telah mema’afkannya. Maka melalui Umair bin Wahhab Rasulullah mengirimkan kepadanya sorban yang beliau pakai ketika kembali memasuki Mekkah diwaktu fatah Mekkah, untuk meyakinkan bahwa Safwan telah dima’afkan oleh beliau saw. Ketika Umair bin Wahhab memberikan sorban itu kepada Safwan bin Umayyah, dia sedang bersiap-siap naik perahu mau pergi ke Yaman, mula-mula ia menolaknya karena masih merasa ragu dan takut apakah benar-benar Rasulullah saw telah mema’afkannya, mengingat dia telah banyak melawan dan menganiaya para pengikut Rasulullah saw dimasa lampau secara ganas dan kejam. Akhirnya ia pergi dan menghadap kepada Rasulullah saw dan berkata kepada beliau : “Hai Muhammad! Betulkah yang dikatakan Umair bin Wahhab, engkau telah mema’afkan saya?” Rasulullah saw menjawab : “Apa yang telah dikatakan Umair itu betul!” Sofwan berkata lagi : Kalau begitu berilah saya waktu selama dua bulan sebelum saya menyatakan masuk Islam. Rasulullah saw bersabda : “Saya beri waktu empat bulan, kalau memang engkau berminat untuk masuk Islam”.
Demikianlah contoh dan tauladan Hadzrat Rasulullah saw yang telah diperlihatkan kepada kita semua supaya kita sentiasa berusaha menerapkan sifat hilm itu dan juga akhlaq fadillah beliau pada diri kita masing-masing.
Selanjutnya Huzur atba menceritakan riwayat dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw bersabda : “Seorang yang gagah berani bukanlah seorang yang telah dapat menaklukkan lawannya sampai jatuh, akan tetapi seorang yang gagah berani adalah dia yang dapat menaklukkan hawa nafsunya diwaktu ia sedang marah.” Rasulullah saw tidak pernah marah jika beliau dihina atau dimaki-maki oleh siapapun. Akan tetapi beliau sangat marah apabila ada orang yang memaki Islam dan Penciptanya yaitu Allah swt.
Pada suatu ketika seorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata: Ya Rasulullah! Saya selalu berbuat baik dan menaruh kasihan kepada saudara-saudara saya dan kerabat saya, akan tetapi mereka sebaliknya selalu berbuat buruk dan berbuat kejahilan kepada saya, mereka membenci saya. Maka Rasulullah saw bersabda : “Jika engkau benar berbuat seperti yang telah engkau katakan maka Allah swt senantiasa akan menolong engkau untuk menghadapi keburukan mereka selama engkau tetap berbuat baik seperti engkau katakan kepada-ku! Jadi sebetulnya untuk membalas perbuatan apapun kepada orang lain, manusia harus meminta pertolongan kepada Allah swt, jika tidak syaitan akan menambah buruk keadaan. “
Sebuah riwayat lagi yang diceritkan oleh Hadzrat Suhail r.a. dari kakek beliau katanya Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang menahan amarahnya diwaktu ia sedang dalam keadaan sangat marah, pada waktu itu dia memang bisa melakukan kemarahan namun dia tahan sekuat tenaga sehingga tidak jadi marah, maka pada hari qiamat dia akan dipanggil dihadapan orang banyak untuk diperlihatkan bahwa orang ini sangat dekat dengan Tuhan.
Hadzrat Ali r.a. meriwayatkan katanya Rasulullah saw bersabda kepada saya “Hai Ali maukah engkau kuajar kalimat-kalimat, jika kalimat-kalimat ini engkau ucapkan Allah swt akan mengampuni engkau? Kalimat-kalimat itu adalah :
لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ اْلحَلِيْمُ اْلكَرِيْم لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ اْلعَلِيُ اْلعَظِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ ألسَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبِّ الْعَرْشِ اْلعَظِيْمِ اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ اْلعَلَمِيْنَ
Artinya : Tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Halim (Maha Pengasih) dan Karim (Maha Mulia) Tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung. Maha Suci Allah Rab sekalian langit dan bumi dan Rab Arasy Yang Agung, semua puji bagi Allah Rab sekalian Alam.
Inilah do’a-doa yang menjadi sarana pengampunan dari Allah swt.
Huzur bersabda : Sebagaimana telah saya jelaskan bahwa menurut lughat (Kamus Arab) حِلْمٌ (hilm) artinya kesabaran, kasih sayang, bersikap pema’af, toleransi, kebaikan dan menekan perasaan marah. Semua nilai akhlaq ini sangat penting sekali untuk terciptanya suasana masyarakat yang baik terlebih lagi bagi kehidupan ruhani manusia yang harus diupayakan oleh setiap orang Ahmadi.
Huzur menjelaskan beberapa peristiwa yang terjadi dimasa kehidupan Hadzrat Masih Mau’ud a.s. dalam menta’ati nasihat dan arahan dari Hadzrat Rasulullah saw. Pada suatu ketika Hadzrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : Kecuali jika melakukan perbuatan yang tak pantas, semua kelemahan dan perlakuan lekas marah perempuan dirumah tangga harus dihadapi dengan sabar dan penuh toleransi. Suatu perbuatan yang sangat memalukan jika seorang lelaki harus berkelahi (bertengkar) dengan perempuan dirumah. Tuhan telah menjadikan kita lelaki. Sesungguhnya bagi kita satu karunia dan ni’amat dari Allah swt yang harus disyukuri dengan cara berlaku sangat lembut dan kasih sayang kepada perempuan dirumah. (Malfuzat jld I muka 307)
Hafiz Hamid Ali Sahib bertahun-tahun telah berkhidmat sebagai khadim (pembantu) dirumah Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menceritakan katanya: Betapa luhurnya sopan-santun dan ramah-tamah yang beliau lakukan kepada saya sehingga tidak ada tandingannya, dan saya tidak pernah mendengar beliau berkata-kata kasar kepada saya atau kepada sesiapapun, sekalipun kadang-kadang saya malas atau saya lambat melakukan sesuatu tugas yang beliau berikan kepada saya, beliau tidak pernah berlaku keras dan kasar kepada saya. Sekalipun diwaktu beliau sedang sakit tidak pernah ternampak dari wajah beliau perangai yang menimbulkan rasa tidak senang terhadap perasaan orang lain. Pada suatu hari diwaktu sedang sakit kepala (pening kepala) yang sangat keras, diatas beranda rumah beliau sedang terjadi percakapan orang-orang dengan suara riuh dan bising, namun Hadzrat Masih Mau’ud a.s. tidak pernah meminta kepada orang-orang disekeliling beliau itu untuk tidak berbuat bising. Diwaktu beliau sehat ataupun sedang sakit keadaan sikap dan perangai beliau tidak berubah, selamanya lembut dan ramah-tamah.
Terhadap orang-orang yang memusuhi beliau juga sifat حِلْمٌ beliau selalu tetap nampak cemerlang. Banyak orang-orang yang memusuhi beliau lalu mengeluarkan kata-kata dengan bahasa yang sangat kasar dan kotor, namun beliau dengar kata-kata mereka itu dan tidak menjawabnya kecuali dengan tersenyum. Beliau selalu menunjukkan kepribadian dan akhlak yang luhur dan terpuji. Sungguh benar bahwa nafsu (jiwa) beliau sudah menjadi Muslim sehingga siapapun yang sampai sepanjang tahun mencaci-maki beliau dengan kata-kata yang sangat kasar dan kotor, tidak bisa mengalahkan nafsu beliau itu bahkan mereka yang mencaci-maki itu akan merasa malu sendiri.
Pada suatu ketika telah dimuat sebuah artikel didalam surat khabar yang sepenuhnya mencaci-maki Hadzrat Masih Mau’ud a.s. Beliau a.s. menganjurkan kepada Jema’at beliau supaya berlaku sabar atas perbuatan mereka itu. Dengan caci-maki itu apa yang diharapkan oleh mereka? Kemudian beliau mengisyarahkan kepada keadaan dizaman Rasulullah saw ketika orang-orang musyrik Mekkah mencaci dan menghina beliau dengan kata-kata yang sangat kasar dan kotor, Nabi Muhammad saw sentiasa bersabda kepada para sahabah beliau : Apa yang mereka kehendaki dan inginkan dengan caci-maki mereka menggunakan kata-kata kotor terhadap-ku. Allah swt sendiri telah memberi-ku nama yang sangat indah sekali yaitu Muhammad saw (orang yang sangat terpuji)?
Hadzrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : Demikian juga Allah swt telah mengutus aku dan Dia telah memanggil-ku dengan firman-Nya kepada-ku :
يَحْمَدُكَ اللهُ مِنَ اْلعَرْشِ
Artinya : Allah memuji engkau dari atas Arsy. Wahyu ini terdapat didalam Kitab Barahin Ahmadiyya.
Sesudah itu Huzur mengutip sebuah nazam Hadzrat Masih Mau’uda.s. didalam Bahasa Urdu yang berbunyi :

گالياںسُن کردعآ ديتا ھوں ان لوگوں کو
رحم ھے جوش ميں اور غيض گھٹايا ھم نے

Mendengar caci maki mereka aku balas dengan do’a
Kasihku bergelora dan mengungguli angkara murka.

Huzur atba menjelaskan beberapa peristiwa lainnya lagi dengan apanjang lebar tentang kesabaran, lemah lembut dan pema’af Hadzrat Masih Mau’ud a.s. dalam menunjukkan sifat hilm beliau. Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menasihatkan kepada kita jika ada tamu atau siapapun datang mencaci-maki dan berkata-kata yang tidak sopan dan kasar harus dihadapi dengan penuh sabar dan toleransi tinggi, sebab orang-orang itu bukan dari anggota Jema’at kita. Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menganggap dosa jika seseorang menunjukkan rasa tidak senang terhadap orang yang datang kepada kita sebagai tamu.
Pada akhir khutbah ini Huzur bersabda : Orang yang paling luhur dalam menunjukkan sifat Halim Allah swt tiada lain hanyalah Hadzrat Muhammad Mustafa saw. Dan pada zaman sekarang ini Hadzrat Masih Mau’ud a.s telah mengikuti jejak-langkah Hadzrat Rasulullah saw dalam memanifestasikan sifat Hilm tersebut dan beliau telahpun menunjukkan sifat itu dihadapan kita demi perbaikan dan perobahan kita semua. Semoga Allah swt memberi kemampuan kepada kita semua untuk menyerap sifat-sifat Allah sw sebanyak-banyaknya. Amin !!!

Selengkapnya...

Rabu, 26 Maret 2008

Mawar Merah


Bismillah-ir-Rahmaan-ir-Rahiim
Assalamu'alaikum
Berikut ini sebuah fakta sain mengenai kebenaran AlQuran serta keangungan Allah Taala.. Semoga menambah keimanan kita..
Gambar ini berhasil diambil oleh Hubble Space Telescope NASA pada tanggal 31 Oktober 1999, sebuah bintang berjarak 3000 tahun cahaya dalam proses hancurnya.

Kita melihatnya kini apa yang telah diucapkan 1400 tahun yang lalu oleh Muhammad SAW, firman Allah dalam Al-Quran :

"Maka apabila langit terbelah dan menjadi MAWAR MERAH seperti (kilapan) minyak. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Al Qur'an, Surah Ar Rahman 37 - 38).



Subhanallah, Maha Suci Allah dan sungguh benar Muhammad adalah Rasul-Mu!.Sungguh benarlah firman-Mu :

" Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?". (AL Qur'an, Surah Al Fushshilat 53)

Gambar diambil dari situs NASA, Astronomy Picture of the Day

a.. "Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi MAWAR MERAH seperti(kilapan) minyak. Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" [QS. Ar-Rahman (55):37-38]
Gambar ini berhasil diambil oleh Hubble Space Telescope NASA pada tanggal 31 Oktober 1999, sebuah bintang berjarak 3000 tahun cahaya dalam proses hancurnya.


Selengkapnya...

Selasa, 25 Maret 2008

Latar Belakang Paskah dan Tradisinya


Pendahuluan

Diantara hari-hari besar Kristen, Paskah memegang makna khusus, sebab paskah mencatat peristiwa-peristiwa penyaliban dan penebusan dosa, kepercayaan dasar dari ajaran Kristen. Kaum Kristen percaya bahwa Yesus bangkit lagi dari kematian selama tiga hari tiga malam sesudah beliau disalibkan. Paskah dirayakan pada hari Minggu pagi setiap musim semi. Mereka percaya bangun pagi -pagi sekali pada hari itu, melihat matahari terbit dan sebagian lagi karena empat puluh hari mereka menahan diri dari kesenangan dan makan yang disebut Lent akan berakhir, akan bergembira dan ambil bagian dalam kegiatan agama. Mungkin tampak aneh, perayaan hari yang dianggap religius ini terdapat kelinci coklat, telur-telur yang diwarnai, permainan membidik dan menggulingkan telor. Sarjana-sarjan Kristen yang berpikiran bebas dalam kebingungan telah sering mempersoalkan semua kegiatan tak lazim itu. Mengapa harus kelinci? Kelinci tidak bertelur, dan mengapa harus telur, mengapa bukan jeruk atau bawang dsb, sebab itu juga berguling (bulat)? Paskah dan pesta-pesta yang berkaitan dengannya, dalam masa dalil dan penerangn ini, memerlukan sesuatu penjelasan dan uraian yang teratur mengenai tradisi keagamaan ini. Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab adalah sederhana dan juga bermacam-macam, seperti apakah Paskah itu? Kapan Paskah ditetapkan dalam sejarah? Adakah kesaksiasn kitab suci untuk merayakan upacara keagamaan ini? Mengapa selalu dirayakan pada hari minggu? Mengapa bukan suatu hari lain dalam sepekan dan bagaimana kelinci kecil dimasukkan dalam Paskah? Apakah itu merupakan kenyataan sains atau suatu dongeng yang berhubungan dengan mitos? Kaum Kristen percaya bahwa hari Minggu merupakan hari ketika Kristus bangkit dari kematian dan bahwa kebangkitan beliau ini sangat beralasan untuk merayakan Paskah. Tetapi untuk menambah lebih lanjut perkiraan ini kitab suci tidak menyokong kepercayaan bahwa kebangkitan Kristus terjadi di hari minggu.


Upacara Paskah dan Asal Muasalnya
Upacara Paskah dimulai dengan Lent (Musim semi dalam bahasa Belanda disebut LENTE, mungkin berasal dari kata “Lent” ini, dalam bahasa Inggris disebut Spring) Asal dan makna Lent ini sendiri diselimuti kekaburan. Menurut The Catholic Encyclopedic Dictionary: “Asal mula musim Lent tidak jelas, lamanya bervariasi dalam masa-masa yang berbeda, tetapi prinsip puasa empat puluh hari (Latin: Quadragesima; Italia: Quaresima; Perancis Careme) telah diakui sejak abad keempat”.

Hoeh dalam Plain Truth 1983 menyatakan: ”Lent diamalkan 2000 tahun sebelum Kristus dilahirkan. Sumber perkataan Lent adalah sebuah kata inggris Kuno Leneten bermakna “musim semi” dari tahun itu sebab Lent pada mulanya dirayakan dengan kedatangn musim semi. Hari-hari ini bertukar dari musim dingin. Alkitab (Bible) berdiam diri mengenai Lent. Ia tidak berasal dari kristus. Tak seorangpun dari rasul-rasul merayakan nya bahkan paulus dan Petrus juga tidak”.
Kira-kira serataus tahun sesudah kematian rasul terakhir dari dua belas rasul, kita dapati sebutan Lent dan paskah dalam satu surat yang ditulis oeh Irenaeus, Bishop dari Gaul (nama lama dari perancis di masa penjajahan Roma) kepda Bishop Roma yang menyebutkan persengketaan dalam kata-kata ini: “Karena persengketaan tidak hanya mengenai hari (Paskah) tetapi juga mengenai masalah puasa, karena sebagian orang berpikir bahwa mereka harus berpuasa satu hari, yang lain dua hari namun yang lain lebih dari itu, sebagian lain empat puluh hari”.

“Tak ada ketentuan atau ketetapan mengenai Paskah dan Lent dimasa itu Yesus dan para rasul tidak mengajukan pertanyaan ini sebab tak seorangpun mengamalkannya dan generasi-generasi mendatang berada dalam kegelapan dan tanpa bimbingan untuk merancang menurut pikiran mereka sendiri., meskipun ibadat kebiasaan ini telah dimulai lama sebelum kelahiran Yesus. Dan keanekaragaman ibadat ini”, lanjut Irenaeus, ”tidak bermula dimasa kita tetapi lama nenek moyang kita. Sepertinya mereka tidak berpegagn teguh pada ketepatan, mereka membentuk adat bagi anak cucu mereka menurut khayalan pribadi” (Eusebius” Church History, Bool 5, Chap:24)

Hal itu dengn jelas menunjukkan bahwa Lent bukan diperintahkan oleh Tuhan, tetapi bahkan datang memasuki Gereja melalui adat istiadat dan kahayalan pribadi. Juga nampak bahwa kaum Kristen mengadopsi adat istiadat ini dari kaum asing tetangga mereka. Pada poin ini timbul pertanyaan, “Kapan kaum (Gereja) Kristen mengambil perayaan Lent dan Paskah? Jawaban disediakan oleh Cassion, seorang wali gereja katolik abad ke -lima. Dia menulis: “selama penyempurnaan kaum primitif Gereja tetap tak dapat diganggu gugat tak ada ibadah Lent, tetapi ketika orang mulai menyimpang dari semangat ibadat kerasulan, maka para pendeta pada umumnya setuju untuk mengingatkan mereka dari pengruh sekuler dengan menetapkan peraturan puasa” (Antiquities of the Christian Church; Bool 21, cahapter 1). Masa cassion lebih dekat daripada masa penulis-penulis sekarang. Dia tidak meninggalkan keraguan bahwa (paskah) diputuskan dan ditentukan oleh para pendeta sesudah masa rasul-rsul dan gereja permulaan. Ini tidak berdasarkan suatu akidah agama atau amalan Yesus atau para rasul, bahkan hal itu didorong secara politik untuk menjamin orang-orang yang masuk Kristen dari kalangan gentile (Non-Israel). The Catholic Encyclopedia mencatat: “Dalam beberapa kasus tertantu dari festival Letter of St Athanasius bahwa tahun 331M dia menggabungkan dalam jemaatnya masa puasa empat puluh hari sebagai pandahuluan minggu suci. Dan kedua bahwa tahun 339M sesudah melakukan perjalanan ke Roma dan sebagian besar kawasan Eropa dia menulis dalam istilah-istilah terkuat untuk mendorong ibadat Lent ini atas orang-rang yang ada dibawah wewenangnya.

Dewa Matahari, Dewi Perawan dan Lambang Domba
Nama Paskah (Easter) mungkin berasal dari Eastre, Dewi musim semi bangsa Teutonic atau berasal dari festival musim semi bangsa Teotonic yang disebut Eastur (The World Book Encycl, Vol VI, pg. 25). Rev. Alexander Hislop dalam melacak persembahan Dewi ibu dan Anak Tuhan menulis pada halaman 20 dan 21 dari bukunya The Two Babylons: “Asal mula ibu itu disembah secara luas ada alasan mempercayai dalam Semiramis yang disembah oleh bangsa babilonia dan bangsa-bangsa timur lainnya dengan nama Rhea, Tuhan Ibu Yang Agung. Pesta-pesta tertentu dirayakan sehubungan dengan putera tunggal Tuhan dari ibu Perawam.-pedta Astarte atau Ishtar, Ratu Langit atau Dewi Perawan musim semi dan kemakmuran, dilakukan pada hari Minggu pertama sesudah bulan pertama menyusul “Spring Equinox-Vernal Equinox berlangsung diwaktu itu ketika matahari berada dalam revolusi eliptiknya. Sebab ia melintasi khatulistiwa, membentuk bentuk salib dari rasi bintang Ariesa atau “Domba” hal ini dianggap sebagai mengenang Dewa Matahari, Dewi Perawan berhasil menyelamatkan anak tunggalnya yang telah mengorbankan dirinya kepada kuasa-kuasa kegelapan untuk menyelamatkan manusia dan mengirimnya ke langit untuk menjaga mereka yang percaya kepadanya. Sebab itu ia menjadi “Aries” atau “Domba langit”. Peristiwa ini dirayakan dengan kue-kue salib panas, kue bulat mewakili matahari dan salib diatasnya sebagai tanda magis yang dibuat matahari yang telah menyelamatkan sang juru selamat dari kurungan kuasa-kuasa kegelapan.

Nama untuk paskah dalam beberapa bahasa berasal dari bahasa Ibrani: “Pesah”. Orang Spanyol menyebutnya “Pacua”. Orang Italia menyebutnya “paqua” dan orang perancis menyebutnya “Pasques”. Banyak adat istiadat sehubungan dengan musim paskah berasal dari festival -festival musim semi kaum Pagan. Yang lain berasl dari peraayaan “Passover” (The World Book Encycl. Vol VI, pg. 26).

“Kemengan Dewa Matahari secara alami dilukiskan untuk pengaruh Aries (Domba Langit). Domba lalu menjadi lamabang kebangkitan juru selamat dan kelolosan dari dunia bawah ketinggian langit“ (Pagan and Christian Creed, pg.39). Dalam “Golden Bough” pg. 348-356 Frazer menulis tentang kelahiran perawan anak Tuhan bangsa Phrygian yang menumpahkan darah untuk mati tergantung disalibkan pada sebuah pohon cemara. Darahnya memperbarui kesuburan bumi dan dengan demikian membawa kehidupan baru untuk manusia. Dia juga bangkit dari kematian. Frazer mengatakan: “Pada perayaan kematian dan kebangkitannya patungnya diikat pada potongan kayu cemara berbentuk salib pada tanggal 24 Maret dan hari itu disebut “Hari berdarah” sejak hari itu Sang Dewa ditumpahkan darahnya untuk mati. Patung itu kemudian diletakkan dalam kuburan, ketika orang-orang yang ada disana sedang meraung dan meratap. Tetapi tibanya malam mengubah kedukaan menadi kesukaan. Kuburan didapati kosong pada pagi berikutnya yakni 25 Maret, ketika festival kebangkitan dirayakan. Upacara-upcara ini termasuk pembaptisan dengan darah dan dan hidangan sakramental (pengorbanan).

Hiasan-hiasan dan lukisan Paskah seringkali memasukkan seekor domba sebagai simbol Yesus. The World encyclopedia mengemukakan penafsiran lain bahwa simbol ini diadopsi oleh gereja Kristen dari kaum Yahudi dengan dasar yang salah dan dengan catatan “Simbol domba berasal dari The Jewish Pasah (Hari besar Paskah)”. Kaum Yahudi mengorbankan seekor domba yang disebut domba Paschal, selama upacara tradidiona Passover mereka di kuil Yerusalem. Kaum Kristen permulaan menafsirkan pengorbanan domba Paschal sebagai ramalan pengorbanan Kristus di kayu salib. Sungguh suatu penafsiran yang tidak masuk akal, jauh dari kenyataan”.

Telur Paskah

Telur-telur mewakili kehidupan baru kembali ke alam ini menjelang waktu Paskah. Kebiasaan tukar menukar telur bermula di masa kuno. Bangsa Mesir dan Persia kuno seringkali mencelup telur-telur dengan warna-warni musim semi dan memberikannya kepada kawan-kawan mereka sebagai hadiah. Bangsa Persia percaya bahwa bumi ini telah menetas dari sebuah telur raksasa. Hal itu alami untuk upacara dan dogma-dogma semacam itu menemukan tempat alami mereka diantara dogma-dogma trinitas dan kebangkitan secara jasmani. Kaum Kristen Mesopotania yang mula-mula menggunakan telur-telur yang diwarnai untuk paskah.

Kisah dibailk Kelinci Paskah bahkan lebih tak masuk akal dan bertentangan dengan alasan dan dalil untuk pengadopsian oleh suatu agama yang mendakwakan didirikan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana dan sumber segala kebijaksanaan. Anak-anak dijadikan untuk pecaya bahwa sesekor kelinci Paskah membawakan telur paskah bagian mereka dan upacara buatan manusia ini dimainkan di Washington di halaman Gedung Putih setiap tahun oleh orang dewasa dan yang dianggap orang-orang dewasa yang bercakap jujur dihadapan Media-media pemberitaan.

The World Book Encyclop. Mengatakan: “Kepercayaan ini mungkin berasal dari Jerman. Sebuah legenda mengatakan bahwa seorang wanita maskin mencelup telur selama masa kelaparan dan menyembunyikannya di sebuah sarang sebagai hadiah Paskah untuk anak-anaknya. Baru saja anak-anaknya menemukan sarang itu seekor kelonci besar melarikannya. Cerita tersebar bahwa kelinci telah membawa telur-telur Paskah”.

Tidak Bersumber Dari Alkitab

Apakah di Yerusalem yang dinyatakan sebagai tempat kebangkitan Yesus bahwa Paskah mula-mula dirayakan? Tidak, bahwa di Roma Athanasius, Bishop Alexandria di Mesir dipengaruhi oleh adat istidat Romawi. Di Roma bukan hanya Paskah tetapi juga Lent memasuki Gereja, bukan rasul-rasul ataupun Alkitab (Bible) yang mengadakan adat istiadat ini. Socrates Scholasticus (Abad ke-4M) menulis di dalam Ecclesiastical History “Bukanlah rasul-rasul, maka bukan pula Injil yang telah menetapkan Paskah. Sebab dimana-mana orang menyukai festival-festival, sebab mereka membuatnya berhenti dari setiap pekerjaan setiap orang di tiap tempat, menurut kesenangannya sendiri dengan adat yang umum merayakan Paskah…juru selamat dan rasul-rasul tidak menetapkan hukum untuk melakukan pesta ini…seperti juga banyak adat istiadat telah tertanam di berbagai tempat menurut kepentingannya, demikian juga pesta Paskah menjadi amalan di tiap tempat menurut khayalan pribadi orang-orang yang seorang rasul pun menetapkan atas masalah ini. Dan bahwa amalan ini bukan berasal dari ketetapan tetapi sebagai satu adat istiadat, kenyataan yang mereka sendiri tujukan” (Accleiastical History, chap. 22)

Irenaeus mengakui dalam surat-suratnya yang terkenal bahwa Lent dan Paskah memasuki Gereja Kristen di Roma selama masa Bishop Xystus Roma dan nama Paskah (Easter) menunjukkn musim semi yang dipelihara untuk menandakan festival kebangkitan.

Membeda-beda Waktu Merayakan

sekitar pertenghan abad kedua pertikaian yang lama berlangsung antara gereja-Gereja Barat dan Timur tentang tanggal yang tepat bagi Gereja masa permulaan, suatu masalah yang mengenainya Bede menulis dua jilid. Gereja Timur mengakhiri puasa Lent dan memulai perayaan Paskah pada hari ke-14 bulan Yahudi, Nisan dengan begitu berhubungan dengan pesta perayaan exodus (keluaran) kaum Yahudi dari Mesir. Yang disebut Quarodecimans (Quartus decimus, keempat-belas) oleh Gereja Barat. Gereja Barat merayakan Paskah pada Minggu menyusul hari keempat belas bulan purnama dimana siang dan malam sama panjang (lama) nya. Gereja Antiok selanjutnya merayakan pada tanggal berbeda pada hari Minggu pertama sesudah hari keempat belas Nisan: “Pada tahap ini (dalam tahun kesepuluh pemerintahan Commodus yakni sekitar 189M, bahwa suatu persengketaan besar terjadi. Sebab seluruh Bishop Asia mengira bahwa menurut adat istiadat kuno mereka harus merayakan hari keempat-belas dari penanggalan bulan (ke-14 Nisan, hari Paskah bulan penuh) sebagai permulaan festival Paskah…Tetapi tak ada tempat lain di dunia ini yang melazimkan perayaaan dengan cara itu..maka Sinode dan konferensi para Bishop dilangsungkan, dipimpinm oleh Bishop Theophillus dari Caesarea dan Narcissus dari Yerusalem dan di Roma oleh Bishop Victor” (the History of the Church by Eusebius, Book 5, ; 23:1, pg.229-230).

Rekayasa Gereja/Ketetapan Paus

Pembahasan memanas dan dengan cara-cara tak menyenangkan Pasus Victor (189M) mengakhiri perselisihan Quartodeciman dengan mengeluarkan dari Jemaat untuk mereka yang tidak sejalan dengan adat istiadat Romawi. Konsili umum di Nicea tahun 325M memasuki penetapan akhir. Pada Konsili Keamanan di Nicea, bukan Paus Roma tetapi Konstantin dalam kapasitsnya sebagai Potifex Maximus mengeluarkan sejumlah peraturan untuk diamalkan oleh anggota-anggota Gereja. Aturan-aturan ini antara lain termasuk hari lahir Kristos atau Kristus ini harus diarayakan pada musim dingin di hari kelahiran Nimrod-Mithra dan menyebutnya”X-MAS”.

Dia juga memutuskan pada Dies Solis atau Hari Dewa Matahari tahun Paskah harus diadakan secara teratur, dan Tuhan alih-alih satu dan tunggal sebagaimana diajarkan oleh Yesus diubah menjadi “Tiga di dalam satu” menurut ajaran Nimrod seperti pada Mithraisme. Tanpa perlakuan ini tak ada kesesuaian dalam melaksanakan Paskah. Eusebius lebih lanjut meriwayatkan dalam the History of the Church Book 5, 14:1 yaitu: “Bishop-bishop Asia yang berkeras bahwa mereka harus mengamalkan adat istiadat yang diterima mereka di masa lalu diketuai oleh Polycrates, yang dalam suratnya dia menulis kepada Victor dan gereja Roma menyatakan dalam istilah-istilah berikut tentang tradisi yang dia telah terima kami untuk bagian kami menjaga hari itu dengan hati-hti, tanpa menambah atau mengurangi. Polycrates menyebutkan nama-nama berbagai Bapa Gereja dan martir-martir dan negeri-negeri bahwa semua ini menjadi hari keempat-belas bulan itu sebagai permulaan festival Paskah sesuai dengan Injil (Yohanes XII:1-2 menunjukkan bahwa penyaliban terjadi pada hari Paskah yag selalu pada hari ke-14 Nisan) bukan menyimpang, tetapi mengikuti aturan keimanan. Akhir dari semua saya juga, Polycrates, paling tidak nama semua, beramal menurut adat istiadat keluarga saya, beberapa anggota saya yang benar-benar telah ikuti; sebab tujuh orang dari mereka adalah bishop dan saya ke delapan, dan keluarga saya selalu menjaaga hari itu ketika orang-orang meninggalkannya. Maka saya, kawan-kawanku sesudah melewatkan masa 65 tahun dalam pelayanan Tuhan dan berhubungan dengan umat Kristen dari seluruh bagian dunia dan dengan hati-hati menelusuri kitab-kitab suci saya takut hukuman”.

Merujuk kepada bishop-bishop yang bersama-sama dan menulis dan sependapat dengannya, dia menulis: “Saya telah dapat menyebutkan Bishop yang bersama saya dan yang saya ajukan dalam menaggapi tunutan anda. Jika saya tulis nama-nama mereka, daftar akan menjadi sangat panjang…..mereka menyetujui surat saya”.

Atas hal itu Victor, kepala Gereja Roma mencoba satu gebrakan untuk memisahkan dari Jemaat selurh Asia Dioceses, bersama dengan gereja-gereja sekitarnya sebagai yang telah menyimpang. Dia mengutuk mereka dalam surat-surat yang di dalamnya dia mengumumkan pengeluaran total dari Jemaat Kristen yang diikuti disana. Tetapi ini tidak menyangkut semua bishop. Kita masih mendapati kata-kata mereka, yang sangat tidak menyetujui Victor, yang dari antara mereka adalah Irenaeus, yang menulis sebagian orang Kristen itu untuk mereka dia bertanggung jawab di Gaul:
“Pertentangan tidak hanya mengenai hari tetapi juga mengenai bentuk pesta yang sebenarnya…tetapi variasi-variasi pelaksanaan tidak berasal dari masa kita, tetapi sudah lama sekali di masa para leluhur kita yang menampaknya tak jelas ketepatannya….dalam kesederhanaan mereka menjaga satu amalan yang mereka tetapkan untuk masa mendatang.

Lent, walau itu dirayakan selama berbagai masa yang panjang, satu atau dua hari atau beberapa minggu secara tradisional selalu disebut perayaan empat puluh hari menurut asalnya dilacak pada Babilonia kuno 4000 tahun yang lampau” (Ninevah and Babylon by Layard ch. 4, pg.93)

tidak sampai abad ke-8M bahwa akhirnya bilangan 40 ditetapkan di seluruh Gereja dari Irlandia sampai Asia Kecil. Bede memberi kita dengan kenyataan pertentangan ini dan dengan cara ilmiah yang didalamnya diseluruh pertentangan diakhiri. Dia menyatakan bahwa rumah tangga kerajaan setempat di Northmbria terbagi. Ratu mengikuti adat Romawi. Raja masih menggunakan cara-cara Celtic. Hasilnya dia menjelaskan : “Ketika raja menjelaskan : ‘Ketika raja mengakhiri Lent dan memulai Paskah, ratu dan para anggota rumah tangganya masih berpuasa”.

Cukup untuk menghancurkan keluarga karena Paskah. Masalah terpecahkan ketika mengadakan pertemuan di Whitby tahun 664M antara kedua pihak. Secara aneh mereka berdua setuju untuk menerima keputusan raja, dan dia memutuskan untuk (memilih cara) Roma atau (cara) isterinya (Bede: A History of the English Church and People). Hingga abad ke-12 setiap hari dalam Eastern Octave (delapan hari sesudah puasa) merupakan hari besar yang diwajibkan. Kini bagaimana pun dalam beradab-abad kemudian, bahkan Paskah hari Senin dan selasa telah dihapuskan sebagai hari-hari wajib.

Warisan Dari Kebudayaan Kafir Musyrik

Frazer dalam bukunya yang terkenal “The Golden Bough” telah membandingkan persamaan-persamaan diantara upacara-upacara Dewi Adonis kaum penyembah berhala dan Paskah. Dia menulis: “Seluruh adat…kuburan seperti piring-piring pembenih biji…mungkin bukan apa-apa kecuali suatu kelanjutan dengan nama berbeda, penyembah Adonis. Bukan pula Paskah ini saja merupakan adat istiadat bangsa Sicilia dan Callabrian yang menjurus ke upacara adonis…Bila kita renungkan betapa seringnya Gereja secara pandai. Kita mungkin menduga bahwa perayaan Paskah mengenai kematian dan kebangkitan Yesus dipindahkan serupa dari perayaan kematian dan kebangkitan Adonis” (Hal 400)

“Dibawah nama-nama Osiris, tammuz, Adonis dan Attis masyarakat Mesir dan Asia Barat setiap tahun mengemukakan kerusakan dan kebangkitan hidup, khususnya kehidupan tumbuh-tumbuhan yang mereka personifikasikan sebagai dewa yang setiap tahun mati dan bangkit kembali dari kematian. Penyembahan Adonis diamalkan oleh bangsa Semitik dari Babilonia dan Syria serta bangsa Yunani meminjamnya dari mereka sekitar abad ke-7 S.M. nama asli dewa itu adalah tammuz; sebutan Adon dalam bahasa Semitic. “Tuhan” merupakan gelar kehormatan oleh para penyembahnya yang ditujukan kepadanya. Tetapi bangsa Yunani melalui kesalahan-pahaman itu sebagai nama aslinya” (hal. 378)

Penutup
Ajaran Kristen dalam semangat pengijilannya berusaha untuk menarik sebanyak mungkin dari penganut-penganut agama lain bahkan mengkompromikan akidah-akidah dasarnya, meramu upacara-upacara penyembah berhala sebagai miliknya sendiri. Dengan demikian membuat ajaran Kristen lebih sesuai untuk diterima. Dalam proses ini ajaran Kristen secara luas meminjam dari bangsa-bangsa lain tak pandang itu kafir, penyembah berhala atau adat Yahudi. Tragedinya adalah bahwa hal itu dilakukan sebaik-baikya untuk mengabsahkan adat isdtiadat dan festival-festival pinjaman ini sebagai miliknya sendiri dan membuatnya sebagai bagian dari peribadatannya.

Penulis :Hussain M. Sayyid MD
Alih Bahasa:Muharrim Awallludin Thailand
Sumber: The Review of Religions, April 1988
berjudul “Background of Easter and Its Traditions” hal 17-25
Sumber: EBK No.8, tahun 5, Maaret 2002 dan EBK no.59, tahun V, April 2002.



Selengkapnya...

Blog Ahmadiyah Difitnah

Islam Agama Damai

Islam Agama Damai
Pidato tentang Islam Agama damai di hadapan anggota Parlemen Eropa

Pembacaan Al-Quran di Parlemen Eropa

Pembacaan Al-Quran di Parlemen Eropa
Melalui Perjuangan Islam Ahmadiyah, Al-Quran dilantunkan di hadapan Parlemen Eropa

MTA Internasional

MTA Internasional
Televisi Nuansa Islami

Esensi Ajaran Islam

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad : "Berbelas-kasihlah kepada sesama hamba-Nya. Janganlah berbuat aniaya terhadap mereka, baik dengan mulutmu atau dengan tanganmu, maupun dengan cara-cara lain. readmore

Warta Ahmadiyah

Apakah Ahmadiyah Itu

snapshot

About Me


chkme

SEO Reports for surga-mu.blogspot.com

Website Perdamaian

 

Copyright © 2009 by Ajaran Islam