Surah ini, yaitu Surah Al Qur’aan terpanjang, diwahyukan di Madinah dalam empat tahun pertama sesudah Hijrah dan dikenal sebagai Al Baqarah. Nama itu digunakan oleh Rasulullah saw. sendiri. Surah ini agaknya mendapat nama dari ayat-ayat 68-72, ketika peristiwa penting dalam kehidupan kaum Yahudi dituturkan dengan singkat.
Untuk masa yang panjang, orang-orang Yahudi pernah tinggal di Mesir sebagai hamba dan budak di bawah penindasan yang sangat kejam para Fir‘aun, penyembah sapi. Seperti kebiasaan kaum tertindas, mereka pun telah mengambil dan meniru secara membabi-buta, banyak kebiasaan dan adat orang-orang Mesir, dan akibatnya mereka mempunyai kecintaan yang begitu mendalam kepada sapi, sehingga mendekati penyembahan. Ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan mereka, agar mengorbankan sapi tertentu yang menjadi lambang persembahan mereka, mereka hingar-bingar tentang perintah itu. Peristiwa itulah yang dituturkan oleh ayat-ayat 68-72. Di samping nama Al Baqarah, Surah ini mempunyai nama lain – yaitu Az Zahraa. Surah Al Baqarah ini dan Ali ‘Imraan bersama-sama dikenal sebagai Az Zahrawaan – Sang Dwi Cemerlang (Muslim). Rasulullah saw. diriwayatkan telah bersabda, “Segala sesuatu mempunyai puncaknya, dan puncak Al Qur’aan ialah Al-Baqarah” (Tirmidzi). Surah ini ditempatkan sesudah Al Faatihah karena Surah ini mengandung jawaban terhadap semua persoalan penting, yang tiba-tiba dihadapkan kepada pembaca, bila sesudah mempelajari Al Faatihah ia mulai memasuki Kitab yang pokok, ialah, Al Qur’aan. Meskipun Al Faatihah pada umumnya mempunyai hubungan dengan semua Surah lainnya, tetapi ia mempunyai perhubungan khusus dengan Al Baqarah yang merupakan pengabulan do’a, Tunjuki kami pada jalan yang lurus. Sungguh, Al Baqarah dengan uraian-uraiannya mengenai Tanda-tanda (Ilahi), Al Kitaab, hikmah dan jalan untuk mencapai kesucian (2:130) merupakan jawaban yang tepat lagi padat terhadap do’a agung itu.