TEMPO.CO, Nagoya - Masjid terbesar di Jepang telah membuka pintunya pada 20 November 2015 di Kota Nagoya. Upacara peresmian dihadiri berbagai tamu, termasuk seorang politikus Jepang dan pejabat kota setempat, serta para pemimpin komunitas muslim Ahmadiyah termasuk Caliph Mirza Masroor Ahmad, pemimpin tertinggi komunitas Ahmadiyah global yang jemaatnya berjumlah sekitar 20 juta di seluruh dunia.
"Ini adalah tonggak kemajuan kita," kata Calpih Ahmad kepada situs berita Al Jazeera. "Jika masjid ini memberitakan pesan cinta, damai, dan harmonis, secara alami orang akan tertarik untuk itu."
Masjid pertama di Jepang, Masjid Muslim Kobe, dibuka pada Oktober 1935 dan tetap menjadi pusat doa umat muslim selama lebih dari 80 tahun berlalu. Beberapa lusin masjid lain telah dibuka sejak saat itu di seluruh negeri sebagai pusat-pusat komunitas untuk puluhan ribu populasi muslim di Jepang.
Imam Ahmadiyah pertama tiba di Jepang sudah ada pada 1935 tetapi baru sekarang kelompok minoritas itu memiliki sumber daya untuk membangun pusat ibadah sendiri, Masjid Bait ul-Ahad Bait.
Umat Ahmadiyah membangun masjid di Nagoya dalam skala besar dengan kapasitas ruang salat utama mencapai 500 orang. Menurut Muhammad Ismatullah, pemimpin komunitas Ahmadiyah yang berbasis di Tokyo, jumlah jemaat Ahmadiyah di Jepang kurang dari 300 orang, dan sebagian besar warga Pakistan, dengan kemungkinan 10 persen adalah etnis Jepang. Sebagian besar masyarakat Ahmadiyah tinggal di sekitar kota industri Nagoya.
Adalah Rashed, kini menjadi imam Masjid Fazl di London selatan, pada 1975-1983 menjadi seorang misionaris Ahmadiyah di Jepang. Pada akhir 1970-an, dia sering ditemukan membagi-bagikan selebaran keagamaan di pintu keluar Hachiko dari Stasiun Shibuya, Tokyo.
Saat itu ia memutuskan bahwa strategi yang lebih efektif untuk menyebarkan Islam adalah dengan tidak memulai melakukannya di kota-kota besar negara, tapi di tempat lain.
Rashed merekomendasikan Nagoya sebagai basis untuk memulai penyebaran Ahmadiyah. "Saya mengusulkan Nagoya pertama karena itu adalah kota terbesar keempat di Jepang ... dan kedua, (karena) secara geografis terletak, tepat di tengah-tengah Jepang," kata Rashed menjelaskan.
Dalam tahun-tahun terakhir misinya, Rashed bahkan menghiasi mobil Toyota putih dengan slogan-slogan keagamaan yang ditulis dalam bahasa Arab, Inggris, dan Jepang, dan melaju melalui kota-kota pedesaan memberitakan iman melalui pengeras suara.
Laman Al Jazeera, 28 November 2015, melaporkan, masjid baru Bait ul-Ahad telah berjanji untuk melayani kebutuhan utama masyarakat Ahmadiyah di Jepang, meski kapasitasnya-500 jemaah-dikatakan jauh lebih besar dari jumlah Ahmadiyah di negara itu.
"Tentu setengah bangunan ukuran ini akan cukup untuk Ahmadiyah yang berada di Jepang," kata Masayuki Akutsu, seorang peneliti di Universitas Tokyo. "Masjid ini telah dibuat tidak semata-mata untuk kegiatan keagamaan mereka, melainkan juga untuk interaksi sosial mereka dengan masyarakat Jepang yang lebih luas."