Minggu, 17 Februari 2008

Umat Islam Terpecah 72 Golongan



22 Januari 2006 - Oleh: Hazrat Mirza Tahir Ahmad
Penterjemah: Abdul Mukhlis – Bogor

Imam Mahdi dan Al-Masih Sudah Sangat Diperlukan
Seorang berkebangsaan Arab bertanya kepada pemimpin Ahmadiyah di London. Pertanyaannya adalah, umat Islam menjadi terpecah disebabkan kedatangan Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyah. Al-Quran menyebutkan, umat Islam adalah satu Ummah dan Al-Quran adalah kitab Syariah yang terakhir dan sempurna, dan karenanya mengapa diperlukan lagi adanya nabi?



Penjelasan dan jawaban Pimpinan Ahmadiyah Hazrat Mirza Tahir Ahmad sebagai berikut:

Sebelum membahas pertanyaan mengapa diperlukan adanya nabi, marilah kita kembali sebelum ada seseorang mendakwakan diri menjadi nabi ummati. Sekarang mari kita bertanya apakah ummah memang satu sebelum ia men-dakwakan diri. Bukankah Al-Quran dan hadits yang ada sama dengan Al-Quran dan hadits yang ada sejak Rasulullah Saw., Namun ummah telah terpecah menjadi 72 golongan, apakah Anda menyebutnya satu ummah atau memilih untuk menyebutnya 72 ummah, sepenuhnya terserah kepada Anda, namun yang benar adalah bahwa telah terjadi perpecahan dan perpecahan itu terjadi bukan disebabkan oleh adanya nama-nama melainkan disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dan konsep. 72 golongan Islam memiliki perbedaan pandangan yang sedemikian rupa mengenai Al-Quran yang sama dan mengenai hadits yang sama sehingga orang yang memiliki pikiran jernih, mereka (72 golongan) tidak lagi dapat disebut satu ummah.

Hari ini pun, lupakanlah untuk sementara waktu mengenai Ahmadiyah dan apa missinya, marilah kita membahas pandangan golongan Syiah. Mereka beriman kepada Al-Quran dan mereka beriman kepada hadits Rasulullah Saw. Namun mereka pun berkeyakinan bahwa tiga khalifah Islam yang pertama adalah perampas hak orang lain dan bukan khalifah yang benar. Rasulullah Saw., menurut orang-orang Syiah, setelah beliau wafat hanya meninggalkan sepuluh orang suci. Sisanya semuanya munafik dan mereka yang Anda sebut dan kami juga meyakininya sebagai khalifah yang benar, menurut kepercayaan Syiah adalah para Raisul Munafiqin (Pemimpin orang-orang munafik). Sekarang, tuduhan ini diterima baik oleh orang-orang Muslim dan inilah yang mereka sebut sebagai satu Islam.

Sekarang mari kita mempelajari sekte Deobandi. Mereka meyakini bahwa sekte Barelwi adalah orang-orang musyrik. Sekte Deobandi memegang kepercayaan bahwa orang-orang yang berkeyakinan bahwa Rasulullah Saw. memiliki kehidupan yang abadi dan maha hadir seperti halnya Allah Ta’ala adalah orang-orang musyrik tingkat pertama dan tidak dapat diterima di dalam lingkungan Islam. Salah seorang dari pemimpin Deobandi memberitahukan kepada kami dan berkeras bahwa kita harus percaya bahwa semua orang-orang Barelwi setelah mereka meninggal, ketika mereka datang ke ‘Khausa Kausar’ mereka akan diperintahkan untuk pergi dan meninggalkan tempat itu seperti seseorang yang mengusir dan menghalau anjing pergi. Rasulullah Saw. menurut mereka, akan berkata kepada orang-orang Barelwi, “Pergilah kalian, kalian pikir diri kalian Muslim, tetapi aku mengetahui bahwa kalian bukanlah orang Muslim.”

Sekarang sejauh hubungannya dengan orang-orang Barelwi yang juga termasuk ke dalam ‘ummah yang satu’ dan kita juga beriman kepada Al-Quran yang sama dan hadits yang sama, namun mereka berpendirian bahwa semua orang-orang Wahabi, golongan yang menyebut dirinya mayoritas di Saudi Arabia, Ahli Hadits dan Deobandi semuanya adalah pakka kafir (kafir mutlak), sedemikian rupa, sehingga jika seseorang tidak percaya bahwa Golongan Wahabi, Ahli Hadits dan Deobandi kafir, maka ia sendiri menjadi kafir. Satu dari pemimpin terkenal Barelwi menjelaskan dalam bukunya ‘Hisamtil Harmain’, bahwa jika kalian sembahyang di belakang orang Deobandi, Wahabi, Ahli Hadits, Chakralwi, Syiah, Qadiani, dan lain-lain. Kalian akan menjadi kafir dan jika kalian mengijinkan mereka sembahyang di belakang kalian, kalian pun akan menjadi kafir. Dan jika kalian menikah dengan mereka dan jika mereka menikah dengan kalian, kalian akan menjadi kafir. Sedemikian rupa, sehingga ia menjelaskan jika mereka menikah di antara mereka sendiri pun, pernikahan itu menjadi tidak syah menurut hukum Islam.

Jadi demikianlah keadaan yang ada sebelum kedatangan Almasih yang dijanjikan, Mirza Ghulam Ahmad, dan sekarang pun masih demikian. Jadi marilah kita kemukakan lagi pertanyaannya. Apakah itu yang disebut satu Islam? Apakah demikian keadaannya pengikut dan anggota Ummah yang satu?

Tahukah Anda apa yang terjadi di Pakistan setelah kami (orang-orang Ahmadi) dideklarasikan sebagai non Muslim dan setelah kami dirampas haknya untuk me-nyebut diri kami Muslim. Apakah Anda sadar bahwa telah terjadi peperangan antara Sekte Barelwi dan Sekte Deobandi dan mereka menyebarluaskan pamflet-pamflet yang isinya masing-masing saling memfatwakan kafir dan bukan Islam.

Jadi jika demikianlah keadaan Ummah yang satu yang menjadi pecah oleh kedatangan Masih Mau’ud a.s. maka tidak ada masalah yang terjadi. Mengapa Jemaat Ahmadiyah harus nampak seperti golongan yang paling tidak dapat diterima di antara umat Islam.

Sekarang marilah kita bahas pertanyaannya secara prinsip.

Al-Quran adalah satu, dan tanpa di-ragukan telah sempurna. Hadits Rasulullah Saw. adalah final dan kedua-duanya terus menerus menjadi Kalimat yang harus diterima, yang harus diimani, yang harus diikuti sampai hari kiamat. Namun Rasul kita, meskipun beliau mengetahui hal ini bahwa Kitab Suci sudah sempurna dan beliau adalah Nabi yang terakhir hingga hari kiamat, beliau sendiri menubuatkan bahwa akan tiba masanya ketika Imam Mahdi akan datang dari sisi Allah dan diangkat oleh Allah. Sekarang marilah kita ajukan satu pertanyaan yang tulus – mengapa diperlukan Imam Mahdi dan mengapa Imam Mahdi harus diterima kita semua, sementara Al-Quran sudah sempurna; hadits sudah ada dan isi dari kitab-kitab ini sudah final. Namun menurut Rasulullah Saw., kalian memerlukan Imam Mahdi dan Anda sedang menunggu-nunggu Imam Mahdi. Mengapa kita memerlukan Imam Mahdi dan apakah kedudukan Imam Mahdi nantinya? Saya yakin Anda tidak pernah berpikir ke arah ini. Jika Anda memikirkannya sekarang, Anda akan terkejut bahwa kepercayaan Anda dan kepercayaan kami secara mutlak sama. Tidak setitikpun ada perbedaan dapat dibuktikan antara kepercayaan kami dan Anda. Anda percaya bahwa Imam Mahdi akan ditunjuk Allah Ta’ala dan tidak akan dipilih oleh masyarakat Islam. Tidak ada seorangpun Muslim yang percaya bahwa Imam Mahdi tidak akan dipilih Allah tetapi akan dipilih oleh masyarakat luas. Jika ada seorang Muslim yang berkepercayaan demikian, seluruh ulama dunia akan memfatwakan bahwa orang itu kafir, karena ia memegang keyakinan yang bertentangan dengan seluruh umat Islam. Jadi Imam Mahdi adalah satu pribadi yang akan datang, jika hingga sekarang ia belum datang, yang akan langsung diangkat dan ditunjuk oleh Allah. Namun demikian, ini adalah bagian dari keyakinan kita. Bagian selanjutnya dari keyakinan ini adalah bahwa siapa saja yang menolaknya akan menjadi kafir. Apakah pernyataan ini tidak benar? Seluruh ummah memiliki keyakinan terhadap dua hal ini, kecuali Chakralwi dan Ahli Hadits, tetapi pada saat ini saya tidak membahas mereka secara spesifik. Saya mengarahkan hal ini kepada ummah di luar mereka. Mereka berkeyakinan, Imam Mahdi akan ditunjuk langsung oleh Allah sendiri dan tidak akan ada pemilihan. Mereka juga percaya Imam Mahdi, sekali beliau ditunjuk maka ia akan menjadi imam seluruh ummah dan untuk sekalian alam dan siapa saja yang mendustakan beliau dan siapa saja yang menentang beliau, akan menjadi keluar dari Islam. Sekarang, dengan mengingat dua hal penting ini di dalam pikiran kita, sebutkan kepada saya (jika ada) contoh satu orang, siapa saja, setelah memiliki dua sifat ini dan dua potensi ini, tetapi ia bukan nabi. Sesungguhnya, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini datang membawa dua kualitas ini tetapi bukan nabi. Sesungguhnya, tidak seorangpun di dalam sejarah semua agama-agama yang dapat disebutkan bahwa ada seseorang ditunjuk langsung oleh Allah namun untuk beriman kepadanya tidak diwajibkan. Bacalah ayat Al-Quran yang membahas mengenai iman dimana dijelaskan kepada siapa kalian harus beriman – Amantu billahi wa malaikatihi wa kutubihi wa rusulihi wa bil yaumil akhiri wa bil qadri khairihi wa syarrihi. Dari enam rukun tersebut hanya ada satu yang berhubungan dengan manusia dan itu adalah nabi-nabi. Jadi dari antara manusia, kecuali kepada nabi-nabi, Al-Quran tidak membebankan kewajiban kepada Anda untuk beriman kepada siapa pun, hanya kepada para nabi Allah kita harus beriman. Jadi menurut Al-Quran, hanya kepada nabi-nabi Allah wajib bagi kita beriman, kalau tidak kita akan menjadi kafir. Oleh karena itu, dari antara manusia kecuali kepada para nabi kita tidak diwajibkan untuk beriman kepada siapapun. Carilah kalau ada di dalam Al-Quran ayat-ayat yang mewajibkan kepada kita untuk beriman kepada seseorang selain kepada para nabi. Namun pandangan yang umum diterima ini Anda sendirilah menisbahkan-nya kepada Imam Mahdi. Siapa saja yang ditunjuk langsung oleh Allah maka dia adalah seorang nabi. Jadi Anda terus mengatakan bahwa Anda berkeyakinan tidak akan pernah datang nabi lagi meskipun seorang nabi pengikut, sementara Anda beriman kepada Imam Mahdi dan yakin bahwa Allah sendiri yang akan menunjuk dan mengangkatnya. Dengan demikian Anda sesungguhnya menentang keyakinan Anda sendiri. Sebenarnya, begitu Anda percaya kepada kedatangan Imam Mahdi berarti Anda percaya kepada kedatangan seorang nabi ummati. Jadi sekarang hanya tinggal pertanyaan tentang siapakah orangnya. Sejauh yang berkenaan dengan kepercayaan, setiap orang yang jujur dan benar pasti akan setuju dan menerima bahwa konsep mengenai Imam Mahdi adalah sesuai sekali dengan konsep yang kami sebut sebagai suatu kenabian ummati. Baik Anda menyebutnya nabi pengikut atau bukan, baik Anda menyebut-nya manusia atau bukan, hal itu tidaklah penting. Yang penting adalah definisinya. Jika Anda memanggil manusia anjing, ia akan tetap manusia. Jika seseorang memiliki kualitas Imam Mahdi maka ia akan tetap menjadi Nabi, bagaimanapun Anda me-manggilnya, meskipun jika Anda tidak beriman kepadanya, ia akan tetap seorang nabi.

Kemudian Anda percaya, Nabi Isa akan datang untuk kedua kalinya. Dalam kedudukannya sebagai apa ia akan datang lagi? Akankah ia meninggalkan pangkat kenabiannya di atas langit, jika benar ia akan turun dari langit? Tentu saja tidak. Karena semua ulama Muslim percaya dan memfatwakan bahwa siapa saja yang percaya dan mengatakan ketika ia akan datang lagi ia akan meninggalkan pangkatnya di langit dan akan datang sebagai seorang biasa, adalah seorang pendusta dan berada di luar dan keluar dari batas-batas Islam. Ini adalah ke-percayaan yang umum dipegang setiap ulama Islam, baik ia Ahmadi maupun bukan. Dasar dari keyakinan ini adalah, Rasul kita Saw. sendiri menubuatkan, ketika Nabi Isa a.s. datang lagi ia akan datang sebagai seorang nabi. Di dalam kitab Hadits Muslim Rasulullah Saw. sendiri menyebut Nabi Isa empat kali bahwa beliau adalah Nabiyullah pada kedatangannya yang kedua kali. Dengan demikian, sesuai dengan Hadits Muslim, Anda juga percaya Almasih akan datang dan ia datang sebagai seorang NABI… Sekarang, bersikaplah sebagai manusia yang memiliki akal yang waras dan bersikap jujur. Anda mengeluarkan kami dari Islam karena kami percaya Almasih Mau’ud a.s. adalah seorang Nabi, sementara Almasih yang kalian tunggu-tunggu itu sendiri adalah Nabi. Jadi jika Masih Mau’ud a.s. berkata, ‘Aku bukan Nabi. Rasulullah Saw. akan memfatwakan Masih Mau’ud seorang pendusta, karena beliau Rasulullah Saw. akan bersabda, ‘Tidakkah engkau membaca Hadits Muslim? Saya sendiri telah menyebut Almasih yang akan datang di dalam umat ini sebagai Nabi.’ Jadi jika ada seseorang mendakwa-kan diri bahwa ia adalah Almasih yang ditunggu-tunggu dan ia bukan Nabi, maka ia pasti seorang pendusta. Anda tidak mungkin membuktikannya lain. Namun, menurut akal Anda, jika ada seseorang mendakwakan diri sebagai Almasih dan berkata bahwa ia Nabi, ia juga seorang pendusta. Jadi Almasih yang bagaimanakah yang dapat datang ke dalam umat ini. Dari satu sudut pandang ia adalah seorang pendusta, karena ia berkata bahwa ia adalah sang Almasih dan seorang Nabi tapi Anda mengatakan bahwa pintu kenabian telah berakhir dalam bentuk apapun. Dan jika ia berkata, baiklah, bahwa ia adalah Almasih namun bukan Nabi maka Anda akan mengatakan bahwa ia adalah pendusta, karena Rasulullah Saw. mengatakan bahwa Almasih yang akan datang adalah seorang Nabi.

Jadi apa solusinya? Satu-satunya solusi yang dikemukakan ulama-ulama Muslim kepada saya bahwa ia adalah seorang Ummati, benar seorang Nabi tetapi nabi ummati.

Dengan kedudukannya sebagai Nabi Ummati ia tidak menentang kedudukan Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi penutup – dan inilah sebenarnya apa yang kami yakini. Kami tidak memegang kepercayaan tentang bentuk kenabian baru (Kenabian yang datang di luar umat Islam dan membawa syari’at baru. Kami memiliki keyakinan tentang seorang Nabi Ummati, Nabi yang berada di bawah syari’at nabi sebelumnya, sebagaimana dinubuatkan di dalam Al-Quran, Surah An-Nisa (3:70-71):

“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka akan berada di antara mereka yang Allah Ta’ala telah memberi nikmat, yaitu, nabi-nabi, syuhada-syuhada, shiddiq-shiddiq, dan orang-orang shalih, dan betapa mereka itu sebaik-baiknya sahabat. Ini adalah karunia dari Allah; dan cukuplah bagi Allah Yang Maha Mengetahui.’

Jadi siapa saja yang akan menerima ganjaran Rasulullah Saw. menurut ayat ini, ia harus tunduk kepada Rasulullah Saw.. Begitu ia menjadi pengikut, menurut ayat ini tidak akan ada ganjaran yang akan dimahrumkan darinya, baik yang pertama maupun yang terakhir, karena semua ganjaran itu disebutkan secara berurutan, yaitu, nabi-nabi, shidiq-shidiq, syuhada dan solihin – jadi kepercayaan Anda dan kepercayaan kami mengenai kenabian benar-benar sama. Terapkan hal yang sama kepada Imam Mahdi, yang Anda yakini akan datang; maka keyakinan kami mengenai Imam Mahdi, dan keyakinan Anda benar-benar sama. Ia haruslah seorang nabi pengikut. Terapkan sekarang kepada Almasih yang dijanjikan. Sekali lagi di sini pun kepercayaan kita mengenai Almasih yang dijanjikan seratus persen sama. Jadi, hanya menyebut seorang nabi bukan nabi, tidak bisa membebaskan Anda dari dosa atau apapun, sesungguhnya hal ini malah menjadikan Anda seorang yang berdosa, karena beriman kepada seseorang yang akan memiliki kedudukan tertentu; Anda tetap tidak setuju untuk memanggil-nya dengan kedudukan itu yang Anda sendiri meyakininya – ini adalah satu pelanggaran. Dan kami tidak melakukan pelanggaran itu; kami bersikap jujur, kami berbicara terus-terang. Jadi pertanyaannya sederhana sekali, yakni, Apakah Imam Mahdi sudah datang atau belum. Dan ini adalah pertanyaan yang adil. Anda me-manggil kami non-Muslim karena kami berkeyakinan kepada seorang nabi baru. Jika kami menjadi kafir karena hal ini, karena keyakinan Anda sama dengan kami, maka setiap orang dari antara kita adalah kafir, tidak ada seorang Muslim pun lagi yang tertinggal. Jadi, ini adalah satu aspek yang harus Anda ingat selalu.

Aspek yang kedua adalah Al-Quran sudah sempurna. Sesungguhnya Al-Quran itu tidak berubah. Namun demikian, maknanya telah berubah. Ayat yang sama telah ditafsirkan begitu berbeda seolah-olah berasal dari kitab yang berbeda. Contohnya, Anda mungkin pernah men-dengar mengenai kontroversi apakah nabi kita Rasulullah Saw. Nur atau Basyarnur atau manusia. Dan kata yang sama di-pergunakan oleh kedua belah pihak untuk mendukung pendirian mereka. (Surah 18:111).

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku adalah manusia seperti kamu; tetapi aku telah menerima wahyu bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. Maka barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah ia mengerjakan amal shaleh, dan tidak menyekutukan sesuatu kepada Tuhannya.’”

Sekte Barelwi menyimpulkan ayat ini bahwa Rasulullah Saw. bukanlah manusia dan Golongan Deobandi menyimpulkan beliau adalah Basyar. Ayat-ayat yang sama di dalam Al-Quran telah ditafsirkan dengan cara yang begitu berbeda sehingga membuat orang terkejut dan terkesima, tidak tahu apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan. Contohnya, Golongan Syiah menyimpul-kan dari ayat (9:40) makna yang sama sekali berbeda:

“Jangan khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita.”

Mereka berkata karena Hazrat Abu Bakar r.a. berada dalam keragu-raguan, maka Rasulullah Saw. harus bersabda, menurut Allah, la Takhzan, dan hal ini memperlihatkan bahwa beliau (naudzubillah) adalah seorang munafik. Dan orang yang lain lagi mengatakan bahwa betapa indahnya ayat ini mendukung Abu Bakar r.a.. Rasulullah Saw. bersabda kepada beliau bahwa ia ada di antara mereka. “Allah tidak saja ada bersama-sama denganku tetapi bersama engkau juga.”

Makna yang mana yang Anda sukai, boleh Anda terima, tetapi makna yang kedua adalah pegangan kami. Sejauh hubungannya dengan kontroversi itu, ia terus berjalan. Jadi adanya satu Kitab tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pendapat dalam hal-hal yang fundamental. Dan perbedaan itu terjadi pada hal-hal yang sungguh memuakkan. Contohnya, ada ayat di dalam Al-Quran, menjelaskan situasi bagaimana Rasulullah Saw. diperintahkan untuk menikahi istri anak angkatnya yang telah diceraikan, yaitu perceraian Hazrat Zaid. Zaid adalah anak angkat Rasulullah saw. Dan wanita itu telah bercerai dari Zaid. Al-Quran menjelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam hatimu. Dan Allah mengharuskan beliau menikah (Surah 33:38-39).

Tahukah Anda bagaimana para mufasiirin terdahulu menafsirkan ayat ini? Bacalah Tafsir Itqan, bacalah Kitab Jalalain, bacalah kitab tafsir lainnya dan jika Anda memiliki kecintaan yang sejati kepada Rasulullah Saw. Anda akan muak membaca apa yang mereka katakan. Mereka mengatakan bahwa Allah Ta’ala berkata kepada Rasulullah Saw. yakni ketika beliau melihat Hazrat Zainab, sebetik cinta muncul di dalam hati beliau dan khawatir jika orang lain mengetahui hal itu, dan beliau merasa malu. Tetapi Allah telah mengetahuinya, karena Dia Maha Mengetahui. Jadi mengetahui ke-adaan hatinya, Dia mengijinkan Rasulullah untuk menikah dan berkeras agar beliau menikah. Suatu hal yang sungguh memalu-kan untuk dikatakan. Mereka berkata dan mereka membesar-besarkan hal ini dengan menggunakan hadits-hadits palsu bahwa Rasulullah Saw. suatu ketika datang ke rumah Hazrat Zaid dan tanpa mengetuk pintu beliau langsung masuk. Hazrat Zainab waktu itu dalam keadaan di mana beliau tidak dapat dengan segera menutupi tubuh beliau dan Rasul kita Saw. (nauzubillahi min dzalika) melihatnya dalam keadaan seperti itu dan jatuh cinta. Hal ini bisa saja terjadi pada diri ulama-ulama biasa, tapi tidak mungkin terjadi pada diri Nabi kita Rasulullah Saw.. Rasulullah saw. sendiri bersabda (Surah 24:28-29):

“Wahai orang-orang yang beriman! Jangan-lah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sendiri sehingga kamu meminta izin dan mengucapkan salam kepada peng-huninya. Hal itu lebih baik bagi kamu supaya kamu memperhatikan. Dan jika kamu tidak menemukan siapapun di dalamnya maka janganlah kamu memasukinya sehingga kamu diberi izin. Dan jika dikatakan kepada-mu ‘kembalilah,’ maka kembalilah; hal itu lebih suci bagimu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Janganlah masuk pintu rumah siapa saja tanpa memberi salam dan minta izin. Beliau diajarkan mengenai hal ini oleh Allah Ta’ala sendiri, sebagaimana kita baca di dalam surah As-Shaf (61:3-4):

“Hai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan? Sesungguhnya sangat dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.”

Para mufasir ini mengatakan Rasulullah Saw. melarang orang lain untuk masuk rumah meskipun keluarganya sendiri tanpa mengucapkan dan meminta izin lebih dulu, namun beliau sendiri melaku-kan hal demikian, dan ketika beliau melihat Hazrat Zainab, beliau jatuh cinta. Betapa memalukan – beliau adalah wujud yang begitu bertaqwa; tidak mungkin pikiran kotor seperti itu memasuki hati beliau. Rasulullah Saw. sendiri yang telah berkata bahwa setan beliau telah menjadi Muslim.

Sekarang marilah kita lihat Masih Mau’ud a.s., yang telah kami terima dan yang kepadanya Anda merasa bangga memanggil beliau dengan nama buruk dan menyebut beliau seorang pendusta, bagaimana beliau menafsirkan ayat tersebut. Beliau bersabda bahwa Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati Rasulullah Saw. dan mengetahui bahwa penderitaan ini begitu menghimpit hati beliau. Beliau merasa sedih dan begitu merasa sedih mengenai ide menikahi istri anak angkatnya yang telah diceraikan. Namun Allah Ta’ala memberitahu Rasulullah Saw. agar mem-berikan contoh dan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa kebiasaan adopsi sejak saat ini telah dicampakkan untuk selamanya. Dan Allah berfirman bahwa, meskipun ini menjadi pengorbanan dari pihak beliau, beliau maju terus dan melaksanakannya.

Jadi cara yang paling tepat untuk menilai Masih Mau’ud a.s. adalah dengan cara mempelajari buku-buku beliau dan menemukan, di mana telah terjadi perbedaan pendapat di antara golongan dan para ulama ummah, jika beliau mem-berikan keputusan, apakah menurut pikiran dan kecenderungan Anda sendiri, keputusan beliau lebih tepat dari yang lain atau tidak. Jika Anda membaca dan mempelajari Hazrat Masih Mau’ud [Mirza Ghulam Ahmad a.s.] dengan cara seperti ini hanya setelah itu Anda akan mengerti makna kedatangannya, dan hanya setelah itu Anda akan mengerti makna kata “Hakaman Adalan” Masih Mau’ud a.s. duduk di atas kursi pemberi keputusan dan seluruh keputusan beliau adalah benar. Itulah keindahannya dan itulah alasan mengapa beliau harus datang. Beliau datang tidak untuk menambah-nambah Al-Quran, tetapi untuk mengembalikan apa yang telah dihilangkan dalam penafsiran Al-Quran. Inilah arti dari Hakaman Adalan dan inilah dasarnya mengapa beliau harus datang.

Jadi, ada begitu banyak contoh yang lain yang dapat dikutip sebagai bukti dan mendukung keyakinan saya.

Adalah Allah yang telah memutuskan di antara kita dan Anda sejak berdirinya Jemaat Ahmadiyah. Setiap kali peng-aniayaan ditimpakan kepada Ahmadiyah dan orang-orang Ahmadi, dan setiap kali setelah adanya ujian penganiayaan, Ahmadiyah maju bertambah besar dan luas, dan tidak pernah berkurang. Jadi, semakin besar penganiayaan semakin besar kabar suka diberikan kepada kami. Kami tidak merasa takut sedikitpun. Apa yang terjadi pada tahun 1933 dan 1934 serta 1953 dan apa yang terjadi tahun 1974. Setelah setiap penganiayaan ini Jamaah Ahmadiyah keluar sebagai pemenang dalam arti Jamaah ini menambah pengikut-nya lebih banyak dan lebih cepat dari sebelumnya. Jamaah Ahmadiyah mem-bengkak dalam jumlah, kedudukan dan pengaruh. Jadi, satu Jamaah yang memiliki takdir seperti ini, adalah takdir yang hanya merupakan takdir dari nabi-nabi yang benar. Bagaimana mungkin Jamaah seperti itu ditakuti-takuti oleh mayoritas? Apa dan siapakah yang mayoritas itu? Jika mayoritas itu tidak benar dalam pandangan Allah, apa artinya mayoritas seperti itu. Banyak mayoritas seperti itu, ditolak Allah sebelumnya. Setiap nabi telah disebut dan difatwakan kafir oleh masyarakat mayoritas di masanya. Ambil satu contoh jika ada nabi yang tidak difatwakan pen-dusta oleh mayoritas di zamannya. Sekarang-pun Islam tidak menduduki kedudukan mayoritas. Sekarangpun, mereka yang me-nentang Rasulullah Saw. dan memfatwakan beliau sebagai pendusta, menduduki mayoritas yang besar dibandingkan dengan mereka yang beriman kepada beliau. Jadi me-mutuskan dengan suara mayoritas, hendaklah Anda terlebih dahulu meninggalkan Islam baru menyerang Ahmadiyah, karena mayoritas masyarakat dunia menentang Islam. Bahkan golongan Atheis lebih besar dari Islam, dan paling tidak orang-orang Atheis bersatu dalam keyakinan mereka, sementara umat Islam tidak bersatu dalam keimanan mereka. Semua golongan Islam bertentangan satu sama lain secara diametrikal, sehingga jika satu golongan benar, golongan yang lain pasti salah, dan Anda telah berdusta, saya mohon maaf untuk mengatakannya, dengan menyebut mereka Muslim sepanjang zaman. Hanya dalam melakukan permusuhan dan peng-aniayaan terhadap Ahmadiyah, Anda duduk bersama melupakan semua perbedaanperbedaan kalian yang sangat fundamental, dan mengeluarkan fatwa bahwa semua orang adalah Muslim (kecuali Ahmadiyah). Siapa saja menyebut Abu Bakar Raisul Munafikin, juga Muslim. Siapa saja menyebut umat ini kafir sekafir-kafirnya, juga Muslim. Siapa saja yang percaya pada kekekalan Rasulullah Saw., juga Muslim. Siapa saja yang berkata bahwa mereka yang percaya kepada hal itu mereka kafir dan penyembah berhala, juga Muslim. Mereka yang ruku’ dan sujud di kuburan, juga Muslim dan mereka yang mengatakan bahwa itu sebenarnya adalah penyembahan berhala, juga Muslim.

Jadi, betapa indahnya agama Islam. Segala sesuatu boleh masuk dan semuanya dapat diterima, hingga yang saling bertentangan secara diametrikal dan berbeda secara fundamental. Jika itu yang dikatakan Islam, ia bukanlah agama; karena tidak memiliki kata hati; dan tidak memiliki rasa kemanusiaan. Jika seseorang itu memiliki jiwa kemanusiaan dan jujur, hendaklah ia bersikap jujur kepada diri-nya sendiri. Anda memiliki hak, tentu, untuk menyebut kami non-Muslim. Jika Anda yakin, tapi panggil juga yang lain sebagai non-Muslim, karena perbedaan mereka dengan Anda lebih besar dalam sensitifitas dan bobotnya, daripada perbedaan Anda dengan kami.

AMA, 26.07.00, A Question Answered, Darut Tabligh Islami Publication, P.O. Box 4195 Cape Town


About Me


chkme

SEO Reports for surga-mu.blogspot.com

Website Perdamaian

 

Copyright © 2009 by Ajaran Islam